Si Burung Besi Yang Gagal

Si Burung Besi Yang Gagal

Oleh : Zuhaeri , Kuryani, Rustam Effendi

Kelompok  III

 Adam Air Runtuh

Hampir dua bulan ini sejumlah burung besi yang didominasi warna oranye dan berlogo manusia bersayap yang tengah siap terbang itu tidak menyambangi langit biru yang menjadi rute penerbangannya. Ya, sejak 19 Maret 2008 pesawat Adam Air memang tidak mengangkasa, akibat dibekukan izin terbangnya (operation specification). Selain itu, karena banyaknya persoalan yang kini masih dalam penyidikan hukum, Adam Air tinggal mengantongi tiket Airline Operating Certificate (Izin Operasional Terbang) yang terancam akan dicabut jika tiga bulan mendatang belum ada perbaikan atas masalah yang terjadi.

Berdasarkan data Direktorat Angkatan Udara, tahun 2004 penumpang domestik Adam Air yang menggunakan lima armada sebanyak 484.754 orang. Tahun 2005, dengan didukung 15 armada, junmlah penumpang naik lagi: domestik 2.324.996 orang dan internasional 106.423 orang. Pada 2006, jumlah penumpang dalam negeri tercatat 4.873.753 orang dan kargo domestik 16.622 ton. Lalu, tahun 2007 boleh dibilang puncak pertumbuhan Adam Air selama lima tahun terakhir. Jumlah penumpang domestik 6.252.373 orang dan internasional 120.618 orang, dengan armada 22 pesawat.

“Pengadilan mengabulkan permohonan pemohon bahwa PT Adam Sky Connection pailit dengan segala akibat hukumnya,” kata Hakim Ketua Makassau SH di di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat,

Senin (9/6).

Keputusan persidangan yang memailitkan AdamAir ini berdasarkan pertimbangan PT Adam Air Sky Connection terbukti memiliki utang yang harus dibayarkan pada lebih dari dua kreditor

sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU No 37 Tanhun 2004 tentang kepailitan.

“Terbukti bahwa termohon (adam air) memiliki dua atau lebih kreditur telah mempunyai utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih seperti disyaratkan pasal 2 ayat 1 UU No 37 tahun 2004, tentang kepailitan,” kata hakim.

Uutang AdamAir terbukti pada CV Cici sebagai pemohon dalam transaksi utang piutang kontrak kerjasama antar jemput kru pesawat yakni pilot co pilot, pramugara dan pramugari terhitung tanggal 10 September 2007 sampai 10 September 2008.

Dalam jangka waktu tersebut PT Adam Sky Connection belum membayar sepeser pun hingga dicabutnya Operation Spesification (OS) pada 19 Maret 2008. PT Adam Air memiliki utang yang harus dibayarkan kepada CV Cici sebesar Rp 29.000.375 hingga 19 Maret 2008.

“Telah terdapat fakta atau keadaan yang telah terbukti secara sederhana bahwa persyaratan
termohon untuk dinyatakan pailit terpenuhi, sehingga permohonan pailit di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan termohon pailit dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya telah memenuhi pasal 2 ayat 1 No 37 tahun 2004 Jo Pasal 8 ayat 4 UU No 37 tahin 2004,” kata Makassau.

Dalam persidangan, AdamAir terbukti tidak hanya memiliki utang pada CV Cici saja, tapi juga 6 Kreditur lainnya yakni Toko Bintang Baru, PT Global, PT Jaya Makmur, PT Mapati, Pandawa Oto, dan Wijaya Motor diwakili oleh kuasa hukum Lukman Arifin.

Sedangkan total nilai kewajiban AdamAir kepada 7 kreditor sebesar Rp 300 juta. Sebagai konsekuensi keputusan bersasarkan pasal 15 ayat 1 UU 37 tahun 2008, keputusan pailit ini, PN Jakpus menunjuk dua kurator yakni Gunawan Widyaatmaja dan Anthony Prawira dan hakim pengawal yang ditunjuk PN Jakpus yakni Renolisto SH. Kurator akan segera menginventarisir hutang dan aset-aset AdamAir untuk diadakan pelelangan PT Adam Air juga dibebankan membayar biaya persidangan sebesar Rp 5 juta.

Sedangkan untuk adendum yang timbul setelah perjanjian utang AdamAir dengan CV Cici yang timbul atas perjanjian kerjasama 1 April hingga 10 September 2008 sebesar Rp 60 juta, tidak busa dibayarkan karena terbukti adendum tersebut tidak sah. Karena yang menandatangani surat perjanjian itu Nasrullah yang bukan direksi atau tidak memiliki kuasa direksi.

Hakim juga mengakui bahwa AdamAir juga memiliki hutang kepada 6 kreditur lainnya. “Nominalnya dinyatakan setelah adanya keputusan final kepailitan AdamAir,” katanya.

Sementara itu, kuasa hukum pemohon (CV Cici) Lukman Arifin SH mengaku puas dengan hasil keputusan hakim, “Mudah-mudahan pengacara tidak mengajukan kasasi,” katanya. Sedangkan kuasa hukum Adam Air Denny Ponto tidak bisa dimintai keterangan dan langsung
meninggalkan ruang sidang.

Dibalik Runtuhnya Adam Air

Kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan, dan papan mendorong setiap individu untuk lihai dalam mencari atau menghasilkan uang demi kelangsungan hidupnya. Maka tak heran kalau dewasa ini masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya, banyak dari mereka yang disebut business man/woman. Terlepas dari definisi aslinya, banyak orang memandang mereka sebagai individu yang gemar berusaha mencari uang setiap harinya.

Namun, kebutuhan akan mobilitas tinggi tak hanya milik masyarakat berekonomi mapan.Dewasa ini, nyaris setiap lapisan masyarakat memiliki kebutuhan yang sama. Hal ini lah yang dengan jeli ditangkap oleh beberapa perusahaan penerbangan yang ada di Indonesia.

Demi menjadi market leader, strategi pun lagi-lagi berevolusi. Saat ini beberapa perusahaan penerbangan menerapkan strategi “Low Cost Carrier”, yaitu jasa penerbangan dengan biaya murah atau sangat murah untuk dapat mengakomodasi setiap orang dari berbagai kalangan.

Adam Air merupakan salah satu di antara perusahaan penerbangan yang ada di Indonesia dan menerapkan “Low Cost Carrier”. Perusahaan bernama lengkap Adam SkyConnection Airlines ini didirikan pada tanggal 22 November 2002 oleh Didirikan oleh Agung Laksono dan Sandra Ang. Selain kedua nama tersebut, duduk Adam Adhitya Suherman sebagai presiden director dan Gunawan Suherman sebagai CEO. Adam Air memiliki 24 pesawat Boeing 737 yang disewa (leasing) dari GE Capital Aviation Services dan melayani 30 rute domestik dan dua rute internasional. Dengan kemampuan menampung rata-rata 15.000 penumpang per hari dalam 73 kali penerbangan dan tingkat book rate 90%, membawa Adam Air memperoleh penghargaan Award of Merit untuk kategori Low Cost Airline of the Year 2006.

Sayang, nama besar Adam Air tinggal menjadi sejarah. Setiap penghargaan dan kejayaan yang pernah diperoleh saat ini hanyalah kenangan semata. Adam Air gulung tikar pada tanggal 20 Maret 2008. Pertanyaan-pertanyaan pun muncul dan berkemang. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab Adam Air bangkrut? Kasus Adam Air ini lah yang menjadi topik dalam Komunikasi Ilmiah yang diadakan pada tanggal 28 April 2008 lalu.

Isu-isu mengenai ketidakterampilan pilot Adam Air dalam mengemudikan pesawat mengindikasikan adanya proses rekrutmen yang buruk dan kurangnya pelatihan yang diberikan dari pihak Adam Air. Selain itu, terdapat kontrak kerja yang tidak jelas antara para pegawai dan pihak manajemen. Korupsi pun menjadi salah satu isu penting dalam runtuhnya Adam Air ini. Kasus-kasus korupsi yang terdapat pada Adam Air diantaranya korupsi BBM, audit tidak transparan, bukti-bukti pembelian suku cadang yang mahal namun tidak berkualitas baik dan adanya penipuan pada laporan kewajiban pajak.

Belajar dari Organisasi Adam Air

Dinamika yang terjadi di dunia kita saat ini berlangsung semakin cepat, bahkan senantiasa dipercepat. Sedemikian cepatnya perubahan itu terjadi sehingga kita tidak akan menemukan sesuatu hal yang bisa dikatakan abadi di dunia ini. Tidak hanya orang, barang dan produkpun demikian cepat datang dan pergi. Bahkan bisa dikatakan muncul di pagi hari dan punah di sore hari. Di Indonesia pernah ada Maskapai ADAM AIR yang cepat melesat naik di dunia penerbangan Indonesia, sampai dianggap pesaing Garuda yang terkuat, namun secepat naiknya, secepat itulah ADAM AIR ditelan bumi setelah beberapa kecelakaan beruntun dan kenaikan BBM meruntuhkan model bisnis ADAM AIR.

Bagaimana sebuah organisasi bisa menghindari nasib seperti ADAM AIR? kata klisenya ada belajar. Organisasi yang paling mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan adalah organisasi yang mampu belajar. Belajar dari lingkungan, belajar dari dirinya sendiri, dan belajar mencari cara baru untuk bertahan hidup. Klise memang, karena belajar tidaklah mudah apalagi bagi sebuah organisasi yang di dalamnya terdapat banyak orang dan kepribadian. Apalagi ketika organisasi dituntut untuk senantiasa berubah.

Bagaimana Mendefinisikan Organisasi yang Belajar?

Organisasi pembelajar adalah istilah untuk sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan terus mengubah sendiri. Organisasi pembelajar berkembang sebagai akibat dari tekanan yang dihadapi organisasi modern dan memungkinkan mereka untuk tetap kompetitif dalam lingkungan bisnis Seorang pakar pembelajaran, Peter Senge, mengatakan bahwa Sebuah organisasi belajar memiliki lima fitur utama, cara berpikir menurut sistem, kecakapan pribadi anggotanya, model mental yang sesuai dengan tuntutan lingkungan, visi yang dipahami dengan baik oleh semua anggota organisasi dan tim yang cepat dan selalu belajar kelima unsur ini di dalam sebuah organisasi pembelajar akan melekat sebagai budaya yang secara alami diserap anggota baru dan membantunya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

Bagaimana Organisasi Belajar?

Sebuah konsensus dari para ahli manajemen dan ahli pembelajaran organisasi menyebutkan 2 pola belajar yang dilakukan oleh organisasi:

Cara pertama adalah adaptive learning yaitu sebuah proses pembelajaran yang bertingkat dari yang paling mudah kepada yang tingkat kesulitannya semakin tinggi. Pembelajar disini akan menyesuaikan diri secara bertahap terhadap tingkat kesulitan yang dihadapinya. AdaptifLearning berkaitan dengan rasionalitas, reaksi untuk bertahan, pilihan yang terbatas, dan keputusasaan. Kebanyakan pembelajaran ini terfokus pada hal yang mungkin merupakan pengulangan belaka dari perilaku masa lalu. Namun demikian Peter Senge berpendapat bahwa kemampuan beradaptasi hanyalah tahapan awal dari organisasi pembelajar.

Sedangkan di tahapan yang lebih maju seharusnya organisasi dapat melakukan Generative Learning. Generatif Learning mengacu pada perubahan model mental, paradigma atau pengetahuan. Pembelajaran generatif, tidak seperti belajar adaptif, memerlukan cara-cara baru melihat dunia. Oleh karena itu organisasi yang berhasil adalah lebih berfokus pada generative learning yang “menciptakan sesuatu” dibandingkan dengan adaptive learning yang lebih bersifat “mengatasi sesuatu”.

Mengapa Sulit Menjadi Organisasi Pembelajar?

Bahkan di dalam Organisasi pembelajar, dapat muncul beberapa masalah yang mungkin menghambat proses belajar atau menyebabkan kemunduran. Sebagian besar masalah timbul dari Organisasi yang tidak sepenuhnya merangkul semua aspek yang diperlukan dalam Organisasi Pembelajar. Jika masalah ini dapat diidentifikasi, maka langkah perbaikan bisa dilakukan.

Beberapa organisasi dapat menemukan sulit untuk merangkul anggota-anggota organisasi untuk mengadopsi konsep ini. Hal ini dikarenakan penguasaan konsep organisasi pembelajar yang intangible dan manfaatnya tidak dapat dikuantifisir Dalam beberapa organisasi kurangnya budaya pro-pembelajaran dapat menjadi penghalang untuk belajar. Untuk itu, penting dibentuk lingkungan yang di mana individu dapat berbagi belajar sehingga banyak orang dapat memperoleh manfaat dari pengetahuan. Struktur organisasi tradisional yang sangat hirarkis. Juga bisa menjadi sebuah penghalang untuk pengembangan visi bersama dan berbagi pengetahuan.

Perlawanan terhadap pembelajaran dapat terjadi dalam Organisasi Belajar jika tidak ada keyakinan yang cukup pada tingkat individu. Hal ini sering dihadapi oleh orang-orang yang merasa terancam oleh perubahan atau percaya bahwa merekalah yang akan paling kehilangan dengan adanya perubahan itu. Orang yang merasa terancam oleh perubahan yang cenderung menutup pikiran yang tidak bersedia untuk merangkul model mental yang baru. Pembelajaran juga dapat dilihat sebagai sesuatu yang elitist dan dibatasi untuk tingkatan senior dalam organisasi. Jika demikian, belajar tidak akan dilihat sebagai visi bersama. Jika pelatihan dan pengembangan adalah suatu kewajiban, ini dapat terlihat sebagai bentuk kontrol, dan bukannya suatu bentuk pengembangan pribadi. Pembelajaran dan penguasaan pribadi harus berupa pilihan, karena itu paksaan tidak akan berhasil.

Bagaimana Pemimpin Membangun Organisasi yang Belajar?

Organisasi pembelajar menggunakan prinsip kepemimpinan bersama untuk memaksimalkan sumber daya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan. Citra kepemimpinan di sini bergeser dari yang bersifat satu arah seperti peran sebagai ahli, pengarah, dan pengendali menjadi peran yang sifatnya katalis, pembagi informasi, dan pengatur informasi.

Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa di dalam dunia yang semakin dinamis, saling bergantung, dan tidak terduga seperti yang ada saat ini, tidak lagi dimungkinkan untuk satu orang di puncak untuk memikirkan segala sesuatunya. Daya tahan suatu organisasi semakin lama semakin bergantung pada kemampuannya untuk menjelajahi lingkungan baru dan menjawab tantangan yang berubah. Untuk itu beberapa peran berikut ini perlu dijalankan oleh pemimpin:

  • Merancang Budaya Belajar. Pembelajaran tidak akan dapat terjadi pada organisasi yang dirancang dengan buruk. Tugas pertama dalam merancang organisasi dimulai dari konsep pengaturnya yaitu visi, misi, dan nilai-nilai. Salah satu dari sedikit tugas pemimpin yang memiliki pengaruh yang bertahan lama adalah membangun misi dan nilai-nilai inti. Tugas berikutnya adalah menyusun kebijakan, strategi, dan struktur yang menerjemah visi, misi, dan nilai-nilai tersebut menjadi sebuah aktifitas. Tugas ketiga adalah menciptakan proses pembelajaran yang efektif di balik kebijakan, strategi, dan struktur yang dimaksudkan.
  • Membekali dengan pengetahuan. tugas ini berarti seorang pemimpin harus membantu semua orang termasuk dirinya sendiri dalam memperoleh masukan baru tentang realitas. Peran guru ini dimulai dengan mengungkapkan model mental yang tepat untuk isu-isu penting yang ada. Model mental ini adalah gambaran mental tentang bagaimana dunia bekerja yang berpengaruh besar terhadap cara kita memandang suatu permasalahan dan peluang, mengenali pilihan dan arah, serta membuat keputusan.
  • Memfasilitasi pembelajaran. “Pemimpin yang melayani adalah yang menjadi pelayan dahulu?” dimulai dengan keinginan untuk melayani dahulu. Pilihan sadar inilah yang mendorong seseorang untuk berkeinginan memimpin. Naluri pemimpin sebagai pengasuh beroperasi pada dua level berbeda yaitu: 1) mengasuh orang yang dipimpin, dan 2) mengasuh tujuan dan misi yang menjadi dasar organisasi.

RESEP MARQUARD

Learning Organization

Profile

Banten Jaya University of  Serang Banten

Rustam Effendi 7117110500

Below is a list of various statements about your organization. Read each statement carefully and decide the extent to which it applies to your  organization. Use the following scale:

4 = applies totally

3 = applies to a great extent

2 = applies to a moderate extent

1 = applies to little or no extent

I.      Learning Dynamics:

Individual, Group or Team, and Organizational

In this organization  Banten Jaya University of  Serang Banten

__3__ 1.  We see continuous learning by all employees as a high business priority.

__3__ 2.  We are encouraged and expected to manage our own learning and development.

__3__ 3.  People avoid distorting information and blocking communication channels by actively listening to others and providing them with effective feedback.

__3__ 4.  Individuals are trained and coached in learning how to learn.

__2__ 5.  We use various accelerated learning methodologies (mindmapping, mnemonics, imagery, music).

__3__ 6.  People expand knowledge through adaptive, anticipatory, and creative learning approaches.

__3__ 7.  Teams and individuals use the action learning process—that is, they learn from careful reflection on the problem or situation and apply their new knowledge to future actions.

__3__ 8.  Teams are encouraged to learn from one another and share what they learn in a variety of ways (via electronic bulletin boards, printed newsletters, or intergroup meetings).

__3__ 9.   People are able to think and act with a comprehensive, systems approach.

__3__ 10. Teams receive training in how to work and learn in groups.

  29

Learning Dynamics (maximum score: 40)

TOTAL SCORE

II. Organization Transformation:

 

Vision, Culture, Strategy, and Structure

In this organization Banten Jaya University of  Serang Banten

__3__ 1. The importance of being a learning organization is understood throughout the company.

__3__ 2. Top-level management supports the vision of a learning organization.

__3__ 3. There is a climate that supports and recognizes the importance of learning.

__3__ 4. We are committed to continuous learning in pursuit of improvement.

__3__ 5. We learn from failures as well as successes, which means that mistakes are tolerated.

__3__ 6. We reward people and teams for learning and helping others learn. Appendix 239

__3__ 7. Learning opportunities are incorporated into operations and programs.

__3__ 8. We design ways to share knowledge and enhance learning throughout the organization (systematic job rotation across divisions, structured on-the-job learning systems).

__3__ 9. The organization is streamlined, with few levels of management,           to maximize the communication and learning across levels.

__3__ 10. We coordinate our efforts across departments on the basis of common goals and learnings, rather than maintaining fixed departmental boundaries.

  30

Organization Transformation (maximum score: 40)

TOTAL SCORE

III. People Empowerment:

Manager, Employee, Customer, Partners, Suppliers, and Community

In this organization Banten Jaya University of  Serang Banten

__3__ 1. We strive to develop an empowered workforce that is able to learn and perform.

__3__ 2. Authority is decentralized and delegated in proportion to responsibility and learning capability.

__3__ 3. Managers and non managers work in partnership to learn and solve problems together.

__2__ 4. Managers take on the roles of coaches, mentors, and facilitators of learning.

__3__ 5. Managers generate and enhance learning opportunities as well as encourage experimentation and reflection on new knowledge so that it can be used.

__3__ 6. We actively share information with our customers and at the same time obtain their ideas and input in order to learn and improve services and products.

__3__ 7. We give customers and suppliers opportunities to participate in learning and training products.

__3__ 8. Learning from partners (subcontractors, teammates) is maximized through up-front planning of resources and strategies devoted to knowledge and skill acquisition.

__3__ 9. We participate in learning events with suppliers, community groups, professional associations, and academic institutions.

__3__ 10. We actively seek learning partners among customers, vendors, and suppliers.

  29

People Empowerment (maximum score: 40)

TOTAL SCORE

 

IV. Knowledge Management:

 

Acquisition, Creation, Storage, Retrieval, Transfer, and Utilization

In this organization Banten Jaya University of  Serang Banten

__3__ 1. We actively seek information that improves the work of the organization by 3incorporating products and/or processes that are outside our function.

__2__ 2. We have accessible systems for collecting internal and external information.

__3__ 3. We monitor trends outside our organization by looking at what others do; this includes benchmarking best practices, attending conferences, and examining published research.

__3__ 4. People are trained in the skills of creative thinking, innovation, and experimentation.

__3__ 5. We often create demonstration projects as a means of testing new ways of developing a product and/or delivering a service.

__3__ 6. We have developed systems and structures to ensure that important knowledge is coded, stored, and made available to those who need and can use it.

__3__ 7. People are aware of the need to retain important organizational learning and share such knowledge with others.

__3__ 8. Cross-functional teams are used to transfer important learning across groups, departments, and divisions.

__3__ 9. We continue to develop new strategies and mechanisms for sharing learning throughout the organization.

__3__ 10. We support specific areas, units, and projects that generate knowledge by providing people with learning opportunities.

  29

Knowledge management (maximum score: 40)

TOTAL SCORE

V. Technology Application:

 

Knowledge Information Systems, Technology-Based Learning, and Electronic Performance Support Systems

In this organization Banten Jaya University of  Serang Banten

_ 4___ 1. Learning is facilitated by effective and efficient computer-based information systems.

__4__ 2. People have ready access to the information highway via, for example, local area networks, the Internet, and an intranet.

_ 3___ 3. Learning facilities incorporate electronic multimedia support and an environment based on the powerful integration of art, color, music, and visuals.

__3__ 4. Computer-assisted learning programs and electronic job aids (just-in-time and flowcharting software) are readily available.

__3__ 5. We use groupware technology to manage group processes such as project, team, and meeting management.

__3__ 6. We support just-in-time learning, a system that integrates high-tech learning systems, coaching, and actual work on the job into a single process.

__3__ 7. Our electronic performance support systems enable us to learn and perform our jobs better.

__3__ 8. We design and tailor our electronic performance support systems to meet our learning requirements.

__3__ 9. People have full access to the data they need in order to do their jobs effectively.

__3__ 10. We can adapt software systems to collect, code, store, create, and transfer information in ways best suited to meet our needs.

  32

Technology Application (maximum score: 40)

TOTAL SCORE

  149

5 subsystems (maximum score: 200)

GRAND TOTAL

Gaya Kepemimpinan Dalam Organisasi

Gaya Kepemimpinan Dalam Organisasi

Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, antara lain :

  1. Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok (1942)
  2. Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial
  3. Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
  4. Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.
  5. Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.

Muncul dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin,

  1. Apakah seorang pemimpin dilahirkan atau ditempat?
  2. Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan dari satu organisasi ke organisasi yang lain oleh seorang pemimpin yang sama?

Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa pendapat berikut :

  • Pihak yang berpendapat bahwa “pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinannya.
  • Kubu yang menyatakan bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa” berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan.

Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :

  1. seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan
  2. bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya
  3. ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.

Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat dirumuskan dua kategori yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi:

  • Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dilaihkan kepada kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain
  • Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.

Tipe-tipe Kepemimpinan :

1. Tipe Otokratik

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.

Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :

  • kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka
  • pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
  • Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:

  1. menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
  2. dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
  3. bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
  4. menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan,

2. Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.

Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.

3. Tipe Kharismatik

Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.4.

4. Tipe Laissez Faire

Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :

  1. pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
  2. pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
  3. Status quo organisasional tidak terganggu
  4. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
  5. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum. 

5. Tipe Demokratik

  1. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
  2. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
  3. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
  4. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia
  5. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

 Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain :

  1. Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.
  2. Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
  3. Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.
  4. Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.
  5. Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat.
  6. Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi.
  7. Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.
  8. Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.
  9. Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.

10. Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya.  Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara objektif.

11. Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.

12. Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.

13. Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting

14. Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

15. Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.

16. Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

17. Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.

18. Menjadi Pendengar yang Baik

19. Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.

20. Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.

21. Ketegasan

22. Keberanian

23. Orientasi Masa Depan

24. Sikap yang Antisipatif dan Proaktif

 KERETAKAN DALAM ORGANISASI

Salah paham dalam menerima dan menafisrkan pesan.

  • Prosedur hubungan dalam organisasi tidak diikuti dengan benar. Misalnya, arahan dari pihak atasan langsung ke level paling bawah, tanpa mengambil peranan pihak tengah (middle level) dalam organisasi.
  • Kurangnya komitmen penuh dalam kerja organisasi. Aturan organisasi tidak dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.
  • Adanya kepentingan pribadi. Organisasi dipergunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
  • Permasalahan yang tidak kunjung selesai, sehingga tidak muncul kondisi organisasi yang nyaman.
  • Tidak adanya pembagian kerja dan juga pembagian keuntungan yang adil..

Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif, dengan permasalah yang saling terkait, antara lain :

  • Keretakan hubungan antara anggota organisasi.
  • Perselisihan yang terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang muram.
  • Wujud sikap mementingkan diri sendiri.
  • Produktivitas organisasi merosot.
  • Ketidakstabilan organisasi akibat dari retaknya hubungan.
  • Penyalahsunaan kekuasaan, mementingkan diri sendiri

PEMIMPIN VISIONER

Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).

Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:

  1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
  2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat “relate skillfully”dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
  3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).
  4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan “ceruk” untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:

  1. Visualizing

.  Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.

  1. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
  2. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
  3. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu
  4. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata“If it ain’t broke, BREAK IT!”.
  5. Taking Risks.  Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
  6. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
  7. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan  golongan tertentu.
  8. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama  dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
  9. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau  tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Burt Nanus (1992),  mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan  kepemimpinannya, yaitu:

  1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana  seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari “get-go.” Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
  2. Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
  3. Juru bicara (spokesperson). Memperoleh “pesan” ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus “bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi.”
  4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah “pencapaian kemenangan,” atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih,  lebih tepat untuk ditunjuk  sebagai “player-coach.”

 

INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN

  INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Dalam sejarah Amerika Serikat, teori difusi inovasi telah ada sejak tahun 1950-an. Dalam konteks sejarah yang dimaksud, pemerintah Amerika Serikat melakukan riset untuk mengetahui bagaimana dan mengapa sebagian petani di sana mengadopsi teknik-teknik baru dalam pertanian dan sebagian lainnya tidak. Everett M. Rogers adalah salah satu dari tim eksplorasi ini. Berawal dari sejarah tersebut, meskipun pada awalnya teori difusi ditujukan  untuk memahami difusi dari teknik-teknik pertanian tapi pada perkembangan selanjutnya teori difusi ini digunakan pada bidang-bidang lainnya secara lebih universal. Teori difusi inovasi dari Everret M. Rogers kemudian diformulasikan dalam sebuah buku pada   Tahun   1962   berjudul   “   Diffusion   of   Innovations   “,   dimana   buku   ini   dalam perkembangan selanjutnya menjadi landasan pemahaman tentang inovasi, karakteristik inovasi,  mengapa  orang  mengadopsi  inovasi,  faktor-faktor  sosial  apa  yang  mendukung adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut berproses di antara masyarakat.

Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran matakuliah ini adalah diharapkan mahasiswa  dapat  memahami berbagai konsep teori tentang inovasi dan difusi inovasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya guna diaplikasikan dalam garapan pendidikan.

Secara lebih khusus, dengan mempelajari secara seksama materi ini, diharapkan para mahasiswa dapat :

(1) Mengidentifikasi unsur dan ciri  inovasi pendidikan;

(2) Menganalisis adopsi dan proses pengembangan inovasi pendidikan; dan

(3) Menganalisis konstribusi inovasi pendidikan di Indonesia;

MATERI

Inovasi

Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland  (1967)  mendefinisikan  inovasi  sama  dengan  teknologi,  yaitu suatu  desain  yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan  sebab  akibat  dalam  mencapai  suatu  tujuan  tertentu.  Jadi,  inovasi  dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.

Fullan (1996) mneyatakan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.

Sedangkan  Rogers  menyatakan  bahwa  inovasi  adalah  ““an  idea,  practice,  or  object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi  bagi  sebagian  orang  tetapi  bagi  sebagian  lainnya  tidak,  tergantung  apa  yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Difusi

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa  istilah  difusi  tidak  terlepas  dari  kata  inovasi.  Karena  tujuan  utama  proses  difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.

Unsur-Unsur Difusi Inovasi

Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi:

1.   Innovation ( Inovasi), yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau kelompok.

2.   Communication channel  ( saluran komunikasi ), yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu individu dari individu lainnya.

Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diunkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain. Rogers menyebutkan  ada  empat unsur dari proses  komunikasi  ini,  meliputi: 1)  inovasi itu sendiri; 2) seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi; 3) orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi; dan 4) saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa  komunikasi  dalam  proses  difusi  adalah  upaya  mempertukarkan  ide  baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran komunikasi tertentu.

Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) saluran media massa (mass media channel); dan 2) saluran antarpribadi (interpersonal channel).  Media  massa  dapat  berupa  radio,  televisi,  surat  kabar,  dan  lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.

3.   Time (waktu)

Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal:

a)   Innovation decision process, yakni proses keputusan inovasi atau tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;

b)  Relative time which an inovation is adopted by individual or group, yaitu waktu

yang  diperlukan  oleh  individu  maupun  kelompok  untuk  mengadopsi  sebuah inovasi. Dalam hal ini berkaitan dengan keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir); dan

c)   Innovation’s rate of adoption, atau   tingkat/laju adopsi inovasi ataupun rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.

4.   Social System (sistem sosial), yaitu serangkaian bagian yang saling berhubungan dan bertujuan untuk mencapai tujuan umum.

Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial.

Sistem  sosial  adalah  satu set  unit yang  saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.  Proses  difusi  dalam  kaitannya  dengan  sistem  sosial  ini  dipengaruhi  oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI INOVASI

Tujuan utama proses difusi adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun demikian, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi.

a. Karakteristik Inovasi

Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi:

1)   Keunggulan relatif (relative advantage)

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan,  kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

2)   Kompatibilitas (compatibility),

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).

3)   Kerumitan (complexity),

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

4)   Kemampuan diuji cobakan (trialability)

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji- coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.

5)   Kemampuan diamati (observability).

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

b. Saluran Komunikasi

Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh: 1) partisipan komunikasi dan 2) saluran komunikasi.

Dari sisi partisipan komunikasi, Rogers mengungkapkan bahwa derajat kesamaan atribut (seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lain-lain) antara individu yang berinteraksi (partisipan) berpengaruh terhadap proses difusi. Semakin besar derajat kesamaan  atribut  partisipan  komunikasi  (homophily),  semakin  efektif  komuniksi  terjadi. Beitu pula sebaliknya. Semakin besar derajat perbedaan atribut partisipan (heterophily), semakin  tidak  efektif  komunikasi  terjadi.  Oleh  karenanya,  dalam  proses  difusi  inovasi, penting sekali   untuk              memahami                betul    karakteristik               adopter                      potensialnya                untuk memperkecil “heterophily”.

Sementara itu, saluran komunikasi juga perlu diperhatikan. Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi tertentu memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai berikut: 1) saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi; 2) saluran kosmopolit lebih penting  pada  tahap  penetahuan  dan  saluran  lokal  relatif  lebih  penting  pada  tahap persuasi.3) saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter);

dan 4) saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran local bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).

c.  Karakteristik Sistem Sosial

Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini,   Rogers   (1983)   menyebutkan   adanya   empat   faktor   yang   mempengaruhi   proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: 1) struktur sosial (social structure); 2) norma sistem (system norms); 3) pemimpin opini (opinion leaders); dan 4) agen perubah (change agent).

Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur ini memberikan  suatu  keteraturan  dan  stabilitas  prilaku  setiap  individu  (unit)  dalam  suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh  Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.

Norma adalah suatu pola prilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem social. Sistem norma juga  dapat  menjadi  faktor penghambat  untuk menerima suatu ide baru.  Hal  ini  sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap  penerimaan suatu inovasi tersebut.

“Opinion Leaders” dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yaitu orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana prilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh (opinion leaders) memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.

Agen perubah (change agent), adalah bentuk lain dari orang berpengaruh. Mereka sama- sama orang yang mampu mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima suatu inovasi. Tapi, agen perubah lebih bersifat formal yang ditugaskan oleh suatu agen tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Agen perubah adalah orang-orang professional yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan agen perubah berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik strukstur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem social (misal: suatu institusi  pendidikan),  memungkinkan  ditolaknya  suatu  inovasi  walaupun  secara  ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.

KONSEP DASAR PROSES KEPUTUSAN INOVASI (INNOVATION DECISION PROCESS)

Merupakan proses mental dimana seseorang atau lembaga melewati serangkaian proses yang diperlukan, mulai dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak            inovasi                              tersebut,                  mengimplementasikan                                       gagasan    baru    tersebut,                  dan mengkonfirmasi  keputusan  ini.  Seseorang  akan  mencari  informasi  pada  berbagai  tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat/dampak atau hasil dari inovasi tersebut. Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang  menjelaskan  perubahan  sikap  dan  perilaku  yang  dinamakan   hierarchy-of-effect principle

Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan mereka. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Lalu bagaimana mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan dari berbagai segi, seperti : dari segi biaya, apakah inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi dengan tingkat ketidakpastian yang besar? Apakah  inovasi  tersebut  akan  mengganggu  segi  kehidupan  sehari-hari?  Apakah  sesuai dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada? Apakah sulit untuk digunakan ?

PROSES KEPUTUSAN INOVASI

Rogers menggambarkan proses keputusan inovasi sebagai kegiatan individu untuk mencari dan memproses informasi tentang suatu inovasi sehingga dia termotivasi untuk mencari tahu tentang keuntungan atau kerugian dari inovasi tersebut yang pada akhirnya akan memutuskan apakah dia akan mengadopsi inovasi tersebut atau tidak. Proses keputusan inovasi memiliki lima tahap, yaitu :   knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision (keputusan), implementation (penerapan), dan confirmation (konfirmasi), dengan masing-masing deskripsi sebagai berikut ini.

Pengetahuan (Knowledge)

Tahap pengetahuan atau knowledge dapat dikategorisasikan ke dalam beberapa fase atau tahapan sebagai berikut:

(1)  Knowledge Stage/tahap pengetahuan

Proses keputusan inovasi ini dimulai dengan Knowledge Stage. Pada tahapan ini suatu individu  belajar  tentang  keberadaan  suatu  inovasi  dan  mencari  informasi  tentang inovasi tersebut. Apa, bagaimana dan mengapa, merupakan pertanyaan yang sangat penting pada knowledge stage ini. Selama tahap ini individu akan berusaha menemukan pemahaman yang komprehensif dan terpadu mengenai apa inovasi itu, mengapa dan bagaimana inovasi tersebut berproses?

Menurut Rogers, pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge):

(a)  Awareness-knowledge

Merupakan  pengetahuan  akan  keberadaan  suatu  inovasi.  Pengetahuan  jenis  ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan       inovasi            tersebut.            Rogers           menyatakan             bahwa    untuk              menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi.

(b)  How-to-knowledge

Yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.

(c)   Principles-knowledge

Yakni   pengetahuan   tentang   prinsip-prinsip   keberfungsian   yang            mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye kesehatan.

Tahap Persuasi (Persuasion Stage)

Tahap Persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi , maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang  pengetahuan), sedangkan persuasion  stage  bersifat  afektif  karena  menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat

ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

Tahap Keputusan (Decision Stage)

Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti “ not to adopt an innovation”. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat  saja terjadi pada setiap proses keputusan  inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.

Tahap Implementasi (Implementation Stage)

Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi  inovasi  itu  adalah  suatu  organisasi,  karena  dalam  sebuah  inovasi  jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.

Penemuan kembali biasanya terjadi pada tahap implementasi ini, maka tahap ini merupakan tahap yang sangat penting. Penemuan kembali ini adalah tingkatan di mana sebuah inovasi diubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses adopsi atau implementasinya. Rogers

juga menjelaskan tentang perbedaan antara penemuan dan inovasi (invention dan Innovation). Invention adalah proses di mana ide-ide baru ditemukan atau diciptakan. Sedang inovasi adalah proses penggunaan ide yang sudah ada. Rogers juga menyatakan bahwa semakin banyak terjadi penemuan maka akan semakin cepat sebuah inovasi dilaksanakan.

Tahap Konfirmasi (Confirmation Stage)

Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si penguna akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu .

Ketidak-berlanjutan (Discontiuance)

Discontinuance adalah suatu keputusan menolak sebuah inovasi setelah sebelumnya mengadopsinya. Ketidakberlanjutan ini dapat terjadi selama tahap ini dan terjadi pada dua cara: (a) Pertama atas penolakan individu terhadap sebuah inovasi mencari inovasi lain yang akan menggantikannya. Keputusan jenis ini dinamakan replacement discontinuance; (b) Kedua, disenchanment  discontinuance;         dalam hal ini individu menolak inovasi tersebut disebabkan ia merasa tidak puas atas hasil dari inovasi tersebut. Alasan lain dari discontinuance   decision   ini   mungkin   disebabkan   inovasi   tersebut   tidak   memenuhi kebutuhan individu sehingga tidak merasa adanya keuntungan dari inovasi tersebut.

IMPLEMENTASI DI TINGKAT SEKOLAH

Inovasi sebagai suatu ide, gagasan, praktik atau obyek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Oleh sebab itu, inovasi pada dasarnya merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun berupa praktik-praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah-

teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan  persoalan  yang  timbul  dan  memperbaiki  suatu  kedaan  tertentu  ataupun proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, dsb.

Dalam hal implementasi inovasi di sekolah, maka guru merupakan faktor terpenting yang harus melaksanakan inovasi dengan memperhatikan hal-hal berikut:

•    Inovasi harus berlangsung di sekolah guna memperoleh hasil yang terbaik dalam mendidik siswa

•    Ujung tombak keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru

•    Oleh karena itu guru harus mampu menjadi seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau metode yang efektif untuk mendidik

•    Inovasi yang dilakukan guru pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran yang

dilakukan di kelas

•    Kunci utama yang harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa

Proses keputusan inovasi di tingkat sekolah berawal dari pengetahuan atau kesadaran para personil di sekolah/guru tentang kebutuhan akan sebuah inovasi yang akan membantu memecahkan persoalan yang mereka hadapi sampai dengan pengadopsian suatu inovasi. Untuk mencapai hal tersebut ada tiga tahap yang harus dilalui yaitu :

1)   Tahap Akuisisi Informasi, dimana para guru memperoleh dan memahami Informasi tentang   suatu                                                               inovasi,   umpamanya   tentang   metodologi  pengajaran,media pembelajaran yang baru dari berbagai sumber ( buku, jurnal, koran)

2)   Tahap  Evaluasi  Informasi,  dimana  orang  mengevalusi  informasi  tentang  inovasi, dengan berbagai pertimbangan apakah sesuai atau tidak dalam memenuhi kebutuhan.

3)   Tahap Adopsi, momen dimana terjadinya finalisasi proses keputusan apakah akan

melaksanakan atau menolak suatu inovasi.

HAMBATAN TERHADAP INOVASI

Dalam implementasinya kita sering mendapati beberapa hambatan yang berkaitan dengan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa hampir setiap individu atau organisasi memiliki semacam mekanisme penerimaan dan penolakan terhadap perubahan. Segera setelah ada pihak  yang  berupaya  mengadakan  sebuah  perubahan,  penolakan  atau  hambatan  akan sering ditemui. Orang-orang tertentu dari dalam ataupun dari luar sistem akan tidak menyukai, melakukan sesuatu yang berlawanan, melakukan sabotase atau mencoba mencegah upaya untuk mengubah praktek yang berlaku. Penolakan ini mungkin ditunjukkan secara terbuka dan aktif atau secara tersembunyi dan pasif. Alasan mengapa ada orang yang ingin menolak perubahan walaupun kenyataannya praktek yang ada sudah kurang relevan, membosankan, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi. Fenomena ini sering disebut sebagai penolakan terhadap perubahan. Banyak upaya telah dilakukan untuk menggambarkan, mengkategorisasikan dan menjelaskan fenomena penolakan ini.

Ada empat macam kategori hambatan dalam konteks inovasi. Keempat kategori tersebut adalah:

a) Hambatan psikologis

Hambatan-hambatan   ini   ditemukan   bila   kondisi   psikologis   individu   menjadi   faktor penolakan. Hambatan psikologis telah dan masih merupakan kerangka kunci untuk memahami apa yang terjadi bila orang dan sistem melakukan penolakan terhadap upaya perubahan. Kita akan menggambarkan jenis hambatan ini dengan memilih satu faktor sebagai          suatu      contoh         yaitu                    dimensi    kepercayaan/keamanan                versus ketidakpercayaan/ketidakamanan karena faktor ini sebagai unsur inovasi yang sangat penting. Faktor-faktor psikologis lainnya yang dapat mengakibatkan penolakan terhadap inovasi adalah: rasa enggan karena merasa sudah cukup dengan keadaan yang ada, tidak mau repot, atau ketidaktahuan tentang masalah.

Kita dapat berasumsi bahwa di dalam suatu sistem sosial, organisasi atau kelompok akan ada orang yang pengalaman masa lalunya tidak positif. Menurut para ahli psikologi perkembangan, ini akan mempengaruhi kemampuan dan keberaniannya untuk menghadapi perubahan  dalam  pekerjaannya.  Jika  sebuah  inovasi  berimplikasi  berkurangnya  kontrol

(misalnya diperkenalkannya model pimpinan tim atau kemandirian masing-masing bagian), maka pemimpin itu biasanya akan memandang perubahan itu sebagai negatif dan mengancam. Perubahan itu dirasakannya sebagai kemerosotan, bukan perbaikan.

b) Hambatan praktis

Hambatan praktis adalah faktor-faktor penolakan yang lebih bersifat fisik. Secara eksplisit, hambatan praktis dapat dideskripsikan menjadi tiga faktor, yakni:

1) Waktu

Ini adalah faktor yang sering ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat perubahan dalam organisasi dan sistem sosial. Program pusat-pusat pelatihan guru sangat menekankan aspek-aspek  bidang  ini.  Ini  mungkin  mengindikasikan  adanya  perhatian  khusus  pada keahlian praktis dan metode-metode yang mempunyai kegunaan praktis yang langsung. Oleh  karena  itu,  inovasi  dalam  bidang  ini  dapat  menimbulkan  penolakan  yang  terkait dengan praktis. Artinya, semakin praktis sifat suatu bidang, akan semakin mudah orang meminta penjelasan tentang penolakan praktis. Di pihak lain, dapat diasumsikan bahwa hambatan praktis yang sesungguhnya itu telah dialami oleh banyak orang dalam kegiatan mengajar sehari-hari, yang menghambat perkembangan dan pembaruan praktek. Tidak cukupnya sumber daya ekonomi, teknis dan material sering disebutkan.

Dalam hal mengimplementasikan perubahan, faktor waktu sering kurang diperhitungkan. Segala sesuatu memerlukan waktu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengalokasikan banyak waktu bila kita membuat perencanaan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah yang tidak diharapkan, yang mungkin tidak dapat diperkirakan pada tahap perencanaan, kemungkinan akan terjadi.

2) Sumber Daya

Dalam perencanaan dan implementasi inovasi, tingkat pengetahuan dan jumlah dana yang tersedia harus dipertimbangkan. Ini berlaku terutama jika sesuatu yang sangat berbeda dari praktek di masa lalu akan dilaksanakan, dengan kata lain jika ada perbedaan yang besar antara yang lama dengan yang baru. Dalam kasus seperti ini, tambahan sumber daya dalam bentuk keahlian dan keuangan dibutuhkan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa dana

sangat dibutuhkan, khususnya pada awal dan selama masa penyebarluasan gagasan inovasi. Ini mungkin terkait dengan kenyataan bahwa bantuan dari luar, peralatan baru, realokasi, buku teks dll. diperlukan selama fase awal. Sumber dana yang dialokasikan untuk perubahan sering kali tidak disediakan dari anggaran tahunan. Media informasi dan tindak lanjutnya sering dibutuhkan selama fase penyebarluasan gagasan inovasi.

3) Sistem

Dalam kaitan ini penting untuk dikemukakan bahwa dana saja tidak cukup untuk melakukan perbaikan  dalam  praktek. Sumber daya keahlian seperti pengetahuan dan keterampilan orang-orang yang dilibatkan dalam upaya inovasi ini merupakan faktor yang sama pentingnya. Dengan kata lain, jarang sekali kita dapat memilih antara satu jenis sumber atau jenis sumber lainnya, melainkan kita memerlukan semua jenis sumber itu. Jelaslah bahwa kurangnya sumber tertentu dapat dengan mudah menjadi hambatan.

c) Hambatan Kekuasaan Dan Nilai

Bila dijelaskan secara singkat, hambatan nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu inovasi mungkin selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi yang dianut orang-orang tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut sejumlah orang lain. Jika  inovasi  berlawanan  dengan  nilai-nilai  sebagian  peserta,  maka  bentrokan  nilai  akan terjadi dan penolakan terhadap inovasi pun muncul.. Apakah kita berbicara tentang penolakan terhadap perubahan atau terhadap nilai-nilai dan pendapat yang berbeda, dalam banyak kasus itu tergantung pada definisi yang kita gunakan. Banyak inovator telah mengalami konflik yang jelas dengan orang lain, tetapi setelah dieksplorasi lebih jauh, ternyata   mereka   mendapati   bahwa   ada   kesepakatan   dan   aliansi   dapat   dibentuk. Pengalaman ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa sering kali orang dapat setuju mengenai   sumber   daya   yang   dipergunakan.   Kadang-kadang   hal   ini   terjadi   tanpa memandang nilai-nilai. Dengan demikian kesepakatan atau ketidaksepakatan di permukaan mudah terjadi dalam kaitannya dengan aliansi. Sering kali aliansi itu terbukti sangat penting bagi implementasi inovasi.

REFERENSI

1.   Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of Innovation. Canada: The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

2.   Rogers, Everett M and F. Floyd Shoemaker (1971), Communication of Innovations, A

Cross-Cultural Approach.

3.   Plomp, Tjeerd & Donald P. Ely. (1996). International Encyclopedia of Educational

Technology. Cambridge, UK: Elsevier Science Ltd.

ANALISIS SWOT TERHADAP E-LEARNING

ANALISIS SWOT TERHADAP E-LEARNING 

 Berikut untuk memperjelas posisi institusi pendidikan serta peran dan fungsi teknologi informasi maka akan dipetakan posisi institusi pendidikan berupa matrik SWOT yaitu akan dilihat gabungan antara pemanfaatan kekuatan untuk menangkap peluang, mengatasi kelemahan dengan mengambil kesempaatan, menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman, meminimalkan kelemahan dan menghindarkan ancaman.:

Eksternal faktor Opportunities (O)

Identifikasi Peluang

Threats (T)

Identifikasi Ancaman

Internal Faktor 1.Tersedia alat-alat teknologi informasi

(sarana dan prasarana)

2. Lingkungan pendidikan yang terjangkau

networking

3.Tersedia lembaga –lembaga pendukung

pendidikan

4. Sumber Daya alam yang mendukung.

1 Tidak tersedia alat-alat teknologi

informasi (sarana dan prasarana)

2. Lingkungan pendidikan yang tidak

terjangkau networking

3. Tidak tersedia lembaga –lembaga

pendukung pendidikan

4. Sumber Daya alam yang tidak

mendukung.

Strengths (S)

Identifikasi Pendidikan

1. Sumber Daya Manusia

yang akrab dengan

teknologi informasi

2. Tersedianya dana

3. Persetujuan seluruh

anggota yang terlibat.

Strategi SO

SDM yang uggul, dana yang tersedia dan

persetujuan seluruh anggota merupakan

kekuatan yang dapat menangkap peluang

untuk menyediakan sarana dan prasarana,

menyediakan networkingserta mendapat

dukungan dari lembaga pendidikan dan

dapat memanfaatkan SDA yang ada.

Keadaan ini institusi pendidikan disarankan

menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang.

 

Strategi ST

SDM yang uggul, dana yang tersedia dan

persetujuan seluruh anggota merupakan

kekuatan tetapi mendapat ancaman dari

lingkungan berupa sarana dan prasarana

yang tidak tersedia, networking tidak

terjangkau, lembaga terkait tidak

mendukung, SDA yang tidak memadai.

Keadaan institusi pendidikan disarankan

menggunakan kekuatan yang dimiliki

untuk menghindarkan ancaman.

Weaknesses (W)

Identifikasi Kelemahan

1. Sumber Daya Manusia

yang asing dengan

teknologi informasi

2. Kurang tersedianya dana

3. Tidak ada Persetujuan

seluruh anggota yang

terlibat.

Strategi WO

SDM yang jelek, dana yang tidak tersedia

dan tidak ada persetujuan dari anggota

merupakan kelemahan yang berakibat tidak

dapat menangkap peluang berupa sarana

dan prasarana, lingkungan yang tersedia

networking, lembaga pendidikan yang

mendukung serta sumber daya alam yang

memadai. Keadaan institusi pendidikan

disarankan untuk memanfaatkan peluang

ada dengan meminimalkan kelemahan yang

ada.

Strategi WT

SDM yang jelek, dana yang tidak tersedia

dan tidak ada persetujuan dari anggota

merupakan kelemahan yang diperparah oleh

ancaman dari lingkungan berupa sarana dan

prasarana yang tidak tersedia, tidak

terjangkaunya networking, tidak mendapat

dukungan dari lingkungan terkait, SDA

yang tidak tersedia. Keadaan institusi

pendidikan disarankan bersifat defensive

dan berusaha meminimalkan kelemahan

yang ada serta menghindari ancaman.

ANOTASI 10 BUKU Rustam

1. ANOTASI BUKU SATU , CHANGE ,Rhenald  Kasali, Phd

Mengapa kita harus berubah, Evelyn Waugh mengatakan Change is only evidence of live.  Kehidupan selalu ditandai dengan perubahan. Manusia yang hidup akan selalu berubah, hari ini ia adalah seorang bayi yang hidupnya tergantung orang lain, esok ia adalah makhluk kecil yang jatuh bangun belajar berjalan, lalu ia berlari, setelah itu ia menjadi makhluk dewasa yang menghadapi berbagai persoalan. Kadang tertawa, senang, tapi kadang sedih dan menangis.

Ada berbagai cara makhluk hidup menghadapi perubahan yang dihadapinya :

  1. Antiscipatory Change
  2. Reactive Change
  3. Crisis Change

Perubahan adalah sesuatu yang tidak mudah dibaca. Berbagai kemungkinan dapat saja terjadi dalam perubahan karena itu seorang pemimpin dapat di ibaratkan sebuah mata, ia bukanlah sekedar seseorang yang bergerak secara acak, melainkan seseorang yang melihat secara visoner, sesuatu yang tidak kelihatan atau belum kelihatan oleh banyak orang.

Black dan Gregersen (2002) ada tiga cara untuk mengajak orang melihat :

  1. Ciptakan kontras yang tajam.
  2. Ciptakan konfrontasi yang efektif.
  3. Gabungkan keduanya.

Untuk mampu melihat suatu perubahan maka prinsip “percaya” menjadi  amat penting. Karena itu orang berkata anda adalah apa yang anda percayai.  Mclagan (2002) membedakan antara Kepercayaan lama (Old belief) dan Kepercayaan baru (New Belief) yang berlaku dalam manjemen perubahan.

Perubahan, erat kaitannya dengan kecepatan.  Kecepatan bukan semata-mata urusan gerak dan bertindak, melainkan melihat banyak hal, akses, kecepatan berfikir,kecepatan memutuskan, bingkai eksekutif, kecepatan bertindak antisipatif, kerjasama team dan teknologi. Mereka yang bisa mengatasi hal-hal ini akan memiliki masa depan.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pegangan dalam melakukan  tindakan perubahan :

  1. Jangan abaikan strategi.
  2. Bertindaklah seperti tikus.  Binatang yang selalu bergerak dan tidak takut bereksprimen.
  3. Warnai perubahan dengan mimpi-mimpi besar.
  4. Tumbuhkan kesadaran bahwa setiap awal pasti sulit.
  5. Berikan Value bagi dunia.
  6. Berorientasi pada bisnis.

Harapan dan realitas adalah dua hal yang selalu terjadi pada manusia, tetapi pengalaman dan pengetahuanlah yang membentuk ekspektasi. Manusia sehari-hari belajar dari pengalaman dan pengetahuan. Oleh sebab itu meski sebagaian besar orang memiliki harapan yang realistis, masih banyak orang yang menaruh eskpektasi terlalu tinggi. Eskpektasi dan harapan akan menimbulkan kekecewaan atau kepuasan manakala ia bertemu dengan realitas.

Manusia akan lebih siap menerima realitas dibawa harapannya jika ia mengerti factor factor penyebabnya.  Dalam hal ini teori Atribusi memperkenalkan dimensi-dimensi penyebab(Causal Dimensiions) seperti : (a) Locus of control. Siapa yang menyebabkan terjadinya kegagalan , (b) Durasi. Apakah kesalahan, persoalan, kegagalan, atau kekurangan itu terjadi berulang-ulang (Stable, permanent) atau hanya sekali itu saja. (c) Kendali.  Apakah kejadian yang mengakibatkan harapan itu tidak dapat dipenuhi atau dikendalikan oleh sang pemimpin, Pemimpin adalah orang yang memegang kendali walupun dia harus juga sadar bahwa tidak semua hal didunia ini berada dalam kedali dia.

Jacoby (1976) memperkenalkan konsep Inhibition dan Facilitation yang bertemu pada titik netral (zero Point) dimana tidak ada kepuasan dan ketidak puasan. Inhibition adalah kegiatan restorasi, memperbaiki yang rusak dan mengembalikan system agar kembali bekerja seperti seharusnya atau membangun system baru yang lebih baik dari yang ada sekarang. Fasilitasi (Facilitations) adalah membuat system yang lebih baik, mengangkat pejabat-pejabat baru yang lebih bersih, lebih bersemangat dan capable, serta member “surprise” positif kepada stakeholders.

2.  ANOTASI  BUKU KEDUA, The Faster Learning Organization

Suatu organisasi memperoleh dan membuat organisasi tetap bertahan dalam era kompetitif adalah memastikan bahwa organisasi tersebut belajar lebih cepat dibandingkan dengan para kompetotornya.  

Kekuatan organisasi belajar, menurut Guns dan Anundsen terletak pada kata “learning faster”. Mereka  menyatakan  bahwa  semua  organisasi belajar, tapi tidak  semua  organisasi berbasis belajar.

Apakah yang dimaksud dengan “faster” sama dengan “segera atau terburu-buru” Tentu tidak. Yang dimaksud  dengan belajar lebih cepat (faster learning ) disini adalah cara-carayang lebih sederhana dan lebih efisien untuk belajar, langkah yang singkat dalam proses belajar dan lebih menekankan pada peluang untuk meningkatkan etrus menerus.

Ada tiga karakteristik faster learning organization, yaitu kemampuan untuk: 1) meningkatkan kapabilitas strategis; 2) memperkuat kemampuan untuk berubah; dan 3) meningkatkan kinerja.

Agar  suatu  organisasi  “survive”  maka  setiap  orang  didalamnya  harus  tahu  betul  salah satunya level learning? Guns dan Anundsen mendefinisikannya sebagai berikut:

Level  belajar   menurut   Guns   dan   Anundsen   terdiri   dari   lima   tingkatan   yaitu,   akuisisi, penggunaan, refleksi, perubahan, dan flow.

1.   Akuisisi  (Acquisition);  adalah  perolehan  sikap,  keyakinan,  nilai,  prinsip,  informasi, pengetahuan dan  keterampilan. Bisa saja akuisis ini terjadi bahkan sebelum karyawan direkrut.

2.   Penggunaan  (Use);  adalah  aktifitas  penggunaan  dari  semua  unsur  yang  diperoleh tersebut.

3.   Refleksi (Reflection); adalah upaya memikirkan gambaran utuh (big picture thinking) yaitu upaya  mempertanyakan, menganalisis dan memperbaiki asumsi. Pada akhirnya bisa saja dengan melakukan refleksi akan membangun paradigm baru.

4. Perubahan (Change); adalah upaya mengembangkan strategi, mengalokasikan sumber daya  dan   melakukan  aksi  untuk  memastikan  bahwa  perubahan  yang  diharapkan menghasilkan dampak yang tinggi.

5.   Flow; adalah proses belajar terjadi secara kontinyu dan otomatis tanpa

disadari.

Manfaat Faster Learning Organization

diperlukan  FLO bagi:

   Organisasi “padang rumputi yang baru memulai dari awal, belum memiliki budaya organisasi.

   Organisasi dalam industri serba cepat yang  produk   dan   jasanya  senantiasa  berubah  dengan  cepat  seperti  perusahaan software/hardware computer, telepon selular, dll)

   Organisasi yang sedang  naik daun, organisasi yang sedang berupaya terus

mempertahankan status dan tetap menjadi yang terdepan.

   Organisasi yang sedang terpuruk yang sedang berupaya untuk bangun kembali dari keterpurukan.

STRATEGI FLO

Guns dan Anundsen memodelkan strategi FLO dalam tiga klasifikasi, yaitu: 1) surge strategy; 2) cultivative strategy; dan 3) transform strategy yang dapat digambarkan sebagai berikut:

SURGE  STRATEGY, Pengembangan organisasi/perusahaan.  Guns  dan   Anundsen  menjelaskan  bahawa  ada  dua  faktor  penting  dalam keberhasilan FLO. Yaitu: 1) komitmen kelompok eksekutif terhadapt faster learning sebagai jalan utama untuk meningkatkann kinerja; dan 2) adanya suatu metode  identifikasi titik-titik pengaruh strategis dan metode untuk mempercepat belajar melalui isu-isu pengaruh tersebut.

CULTIVATE STRATEGY, “Cultivate” adalah istilah pertanian yang artinya pemupukan atau dalam konteks ini adalah pembinaan. Dalam hal ini Guns  dan Anundsen menjelaskan peran Human Resource Personel sebagai unit yang membina para karyawan untuk menjadi  para pemelajar lebih cepat (faster learners).

TRANSFORMASI ORGANISASI

adalah  bagaimana melakukan transformasi organisasi yang dilakukan oleh para leader dan anggota dan seluruh team dalam organisasi. Transformasi organisasi merupakan ujung tombak FLO, karena intinya terletak dalam strategi ketiga ini. Untuk dapat melakukan  transformasi organisasi, Guns dan Anundsen, memandu kita agar memahami terlbih dahulu bagaimana suatu team bekerja, bagaimana suatu team belajar, dan  bagaimana suatu team dimotivasi.

 

3. ANOTASI BUKU KE TIGA, A FIFTH DISCIPLINE RESOURCE

    SCHOOLS THAT LEARN, Peter Senge

 

Dalam buku ini Senge mengidentifikasi lima kunci disiplin dari organisasi pembelajaran, yaitu : Personal Mastery, Share Vision, Mental Models, Team Learning, dan System Thinking. Untuk  organisasi pembelajaran, visi individu yaitu personal mastery agar efisiensi sedangkan share Vision  sebagai  komitmen bersama dalam organisasi untuk pencapaian bersama.  Paradigma mental models  merupakan refleksi dan penyelidikan keterampilan yang  focus  pada  pengembangan. Team Learning  interaksi kelompok melalui  teknik  dialog  dan keterampilan diskusi. Disiplin yang terakhir  memahami saling ketergantungan. System Thinking  merupakan suatu solusi mempermudah menyelesaikan masalah yg dilihat secara menyeluruh berdasarkan komponen-kompenen yang ada dan berfikir sistem merupakan titik awal dari empat prinsip lainnya.

Belajar merupakan suatu kebutuhan, dengan belajar kita mendapatkan hal baru dan tantangan baru baik yang besar maupun yang kecil. Anak-anak selalu akan membutuhkan tempat yang aman untuk belajar dan mereka selalu perlu tempat untuk melakukan transisi dari  ketidaktahuan mereka melelui masyarakat sekitar, baik dari teman sebaya maupun orang dewasa.

Simak

Baca secara fonetik

Belajar dalam suatu sekolah, akan melibatkan satu terhadap yang  lainnya, antara lain: orang tua dan guru, pendidik dan pengusaha lokal, administrator dan anggota serikat buruh, orang di dalam dan di luar sekolah, siswa dan orang dewasa menyadari kepentingan bersama mereka di masa depan melalui sistem, dan melalui  sekolah juga mereka bisa belajar satu sama lainnya. Pengalaman telah terakumulasi, antara ratusan sekolah dan ribuan orang, dalam praktik menciptakan kembali sekolah sebagai learning organisasi.

“Kelima Disiplin” pendekatan tampaknya beresonansi dengan pendidik karena premis yang mendasari pembelajaran organisasi,misalnya mengkaitkan  aspirasi mereka dengan kinerja yang lebih baik, hasil yang lebih maksimal, upaya nyata beripa perbaikan, tetapi, yang lebih penting adalah adanya terobosan dari  pikiran dan hati. Ruang kelas memerlukan infrastruktur organisasi untuk menopang mereka. Sekolah, sistem sekolah, dan sistem pendidikan pendidikan sebagai organisasi formal dengan struktur  hirarkis, sebuah kumpulan  konstituen . dan dewan direksi  ditunjuk oleh komunitas sekolah,  Mengajar adalah bawaan yang memang harus dilakukan. Semua guru dituntut untuk dapat berperan sebagai desainer dalam memimpin orang-orang secara teratur kekondisi “aliran alami”,  Metode yang digunakan dapat meningkatkan kualitas berpikir dan berinteraksi di kelas. Model pembelajaran  yang  dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa salah satu fungsi guru adalah guru sebagai perancang ,  guru diharapkan mampu merencanakan program pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa, sekolah, maupun kondisi lain yang dapat mempengaruhi pembelajaran.

 

4.  ANOTASI BUKU KE EMPAT

     LEADERSHIP INVESTMENT, Robet M. Fulmer, Marshall Goldsmith

Kepemimpinan dimasa yang akan datang mempunyai kemampuan memahami, menghormati nilai-nilai budaya yang berbeda, yang pemimpin berpikir “keluar dari kotak”; membuat lebih luas, lebih sistemik memendang organisasi dan isu-isunya, dan mencari non tradisional pendekatan untuk menyelesaikan masalah.

Keseimbangan dalam kepemimpinan,terdapatnya Pertumbuhan garis atas,Meningkatkan daya saing,Keunggulan organisasi.  Beberapa penemuan dan mengembangkan orang-orang hebat : a). Andersen’s Partner Development Program  memiliki tujuan mempertahankan komitmen pemimpin pada program,) memberikan keselarasan, merancang program instruksional, mengkomunikasikan ke atas, kebawah dan antar organisasi,  mengembangkan dan mempertahankan peran coordinator kantor local, mengembangkan, meneliti, mengevaluasi dan secara kontinu meningkatkan program,b) General Electric (GE) dibentuk untuk membuat banyak patent dari Thomas Edison. c) HP mempunyai Corporate Education Group. Corporate education focus pada pengembangan eksekutif, dan pengembangan kepemimpinan keseluruhan disebut Business Leadership Development (BLD). d) Johnson & Johnson  akan mecapai misinya melalui pendidikan, pengembangan, layanan konsultasi performen  kelas dunia. e) Proses pembelajaran LEAP terintegrasi dengan bisnis yang sedang berjalan dari Shell.  f) WORLD BANK dengan INVESTASInya, Bagaimanapun tantangan tetap yang paling besar adalah mempertahankan standar tinggi dan tingkat performen. g) Corporate university membuktikan Komitmen kepemimpinan bisnis melanjutkan belajar sebagai sumber dari keuntungan kompetitif.  h) Lima universitas yang mendapat pesan dan direspon secara sukses oleh pasar : Harvard Business School, London Business Sebagai universitas dan membimbing organisasi, mencampur, menggabung, menyesuaikan, dan membuat format-format baru, pendidikan eksekutif masa depan dan akademisi hanya dapat lebih terang.

Untuk tantangan strategis kedepan ada Lima langkah yang dibutuhkan untuk membuat perubahan nyata dalam Strategi Pengembangan Kepemimpinan,: (1) Kesadaran (awareness),(2) Antisipasi,(3) Tindakan, (4)Penyelarasan, (5) Asesmen.

 

5.  ANOTASI BUKU KE LIMA

      LEADING ORGANIZATIONAL LEARNING,M.Goldsmith,H Morgan, dkk

 

Fakta bahwa para pemimpin belum melakukan pembelajaran dan berbagi pengetahuan. Sehingga bagaimana memahami  untuk mengatasi kesenjangan antara pengetahuan dan penggunanya, sehingga membuat keberhasilan bagi sebuah organisasi. Terdapat  lima organisasi  budaya  menajdi dilema Manajemen Pengetahuan(KM). Untuk memproses pengetahuan menjadi efektif sehingga memiliki keunggulan kompetitif yang paling penting saat ini.  cara organisasi menerapkan manajemen pengetahuan yang efektif tergantung pada jenis budaya organisasi. Identifikasi ada lima jenis dilema sbb :

  1. Universal versus pengetahuan khusus
  2. Individu versus tim pengetahuan
  3. Pengetahuan Konvergen versus Pengetahuan Divergen
  4. Top-down versus bottom-up pengetahuan
  5. Pengetahuan luar dan pengetahuan-dalam

Semua dilema diatas dalam konteks budaya organisasi menentukan titik awal rekonsiliasi, sehingga  pengetahuan yang efektif  ditentukan oleh integrasi peraturan.

Dalam melakukan Proses Kerja Knowledge Management merupakan hal penting  agar informasi  dan pengetahuan  serta kepercayaan dalam keterpaduaan sehingga terbentuknya knowledge manajemen dengn menerapkan teknologi informasi.

pengetahuan belajar yang merupakan bagian integral keberhasilan para pimpinan dalam pengembangan otentik sebagai cara bagi para pemimpin untuk menjaga ide-ide yang digunakan untuk merangkai kinerja orang. Sehingga perubahan untuk Masa Depan  dimulai penerapan pengetahuan eksplisit dan tacit dan mendiskusikan lewat pengetahuan dari orang ke orang dalam kontek  KM .

memimpin Organisasi Belajar adalah upaya untuk menuangkan ide-ide yang bernilai inovatif. Dalam aplikasi manajemen pengetahuan yang melakukan penerapan aplikasi-aplikasi teknologi elektronik yang dijadikan sebagai sarana terjadinya interaksi pengetahuan baik  level explicit maupun tacit knowledge lintas individu maupun kelompok, dan lintas komunitas lokal maupun global. Maksudnya, bagaimana aplikasi-aplikasi teknologi elektronik, seperti  telecomference, portal, dan lain-lain diterapkan sebagai sarana berbagi dan bertukar pengetahuan baik  yang bersifat tacit maupun eksplisit.Dimensi  global  manajemen pengetahuan bagaimana memungkinkan terjadinya saling berbagi (sharing)  dan pertukaran (exchanges) pengetahuan (baik tacit maupun eksplisit) yang ada dimana-mana dan pada siapa saja. Dengan dukungan teknologi elektronik , maka proses ini dapat dengan mudah, cepat dan akurat dilakukan. Sehingga memungkinkan terjadinya komunitas  pengetahuan global dan pasar pengetahuan global. Pengetahuan adalah cerminan dari siapa kita. Tidak mungkin orang yang menciptakan  pengetahuan terpisah dari pengetahuan itu sendiri.

 

6.  ANOTASI BUKU KE ENAM

      LEADERS Who Make A Difference, BURT NANUS, STEPHEN M. DOBBS

kepemimpinan dalam organisasi nirlaba berisikan  bagaimana membangun organisasi nirlaba agar menjadi kuat. Untuk membangun organisasi nirlaba yang kuat, pemimpin harus  berperan sebagai: visionary, strategist, dan change agent.

manfaat dari organisasi nirlaba adalah untuk meningkatkan  kehidupan orang atau masyarakat yang lebih luas.  secara umum organisasi ini memiliki kesamaan dengan organisasi yang profit. Pemimpin Organisasi Nirlaba diharapkan dapat mengupayakan keberlangsungan dana untuk mengembangkan dan mempertahankan organisasinya, Para pemimpin Nirlaba, bergerak ke arah yang baru dan lebih efektif. Mereka sangat inovatif dan bergairah dalam kewirausahaan.

Setiap pemimpin menguasai enam peran kunci dari kepemimpinan, yaitu  : visioner, ahli strategi, agen perubahan, pelatih, politisi, dan kampanye/juru bicara yang handal.Penghormatan yang diberikan oleh bawahan bukan karena diminta akan tetapi karena  melihat kemampuan yang dimiliki oleh pengikutnya. Meskipun setiap organisasi nirlaba berbeda namun ada juga kesamaan diantara mereka yaitu pada cara memimpin organisasinya.

Pemimpin yang sukses itu adalah mereka yang berani menghadapi tantangan yang berada di balik institusinya. Bagi Pemimpin nirlaba, hidup untuk sesuatu  yang ‘outlasts’ itu sendiri adalah hidup demi kebaikan yang lebih besar.

Salah satu penjabaran peran pimpinan mengapa visi sangat penting untuk organisasi nirlaba adalah sbb

  • Sebuah visi bersama memberikan fokus, menuntun keputusan, tindakan dan manajer memungkinkan untuk menyaring banyak isu untuk bersaing waktu dan perhatian
  • Sebuah visi bersama sebagai stimulus jalan baru bagi pikiran.
  • Sebuah  visi bersama dapat menjadi ujung tombak dari proses perencanaan strategis atau untuk melakukan upaya besar-besaran untuk memperbarui atau merevitalisasi organisasi
  • Sebuah visi bersama dapat digunakan untuk memicu  kampanye penggalangan dana
  • Sebuah visi bersama menyuarakan anggota untuk kembali budaya organisasi dan operasi dalam pengertian yang baru.

Sehigga dengan itu organisasi ini bisa bertahan hidup dan bersaing  bahkan dapat mengembangkan diri dalam skala yang luas karena mereka menggerakat semua potensi yang ada .

 

7.  ANOTASI BUKU KE TUJUH

     EDUCATIONAL LEADERSHIP, A Problem Based Approach.

     William G. Cunningham dan Paula A. Cordeiro

Seorang Pemimpin harus merubah paradigma dengan merubah cara berfikir dan merubah mentalnya agar pencapaian kebutuhannya tidak lagi memenuhi kebutuhan pada saat ini. Perubahan yang tidak kelihatan secara langsung akan berpengaruh terhadap kemampuan dan cita-cita. Kedepan Sikap dan sifat kepemimpinan tidak terlepas dari penyediaan informasi dan pengetahu -an baru, pemeliharaan interaksi, peningkatan dan pembelajaran yang berkesinambungan, pengaksesan hasil, serta pemeliharaan  kapasitas. Tantangan bagi para pemimpin dunia pendidikan abad ini  adalah bagaimana membawa semua pembelajar mencapai tujuan pendidikan dengan memanfaatkan secara masimal dengan segala fasilitas dan peralatan yang tersedia di sekolahnya.

didunia pendidikan banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam memimpin sekolah, diantaranya persaingan ekonomi, keunggulan dan kemajuan teknologi, kesungguhan pemerintah dalam mendukung para pemelajar unggul bersaing secara internasional. Maka pemimpin harus dapat berinovasi dan mendapatkan dukungan dari para stake holdernya seperti para guru, orang tua, pemerintah. inovasi-inovasi baru dalam bidang kurikulum, model pembelajaran, system pembelajaran harus dilaksanakan secara terus menerus sampai keberhasilan yang diinginkan tercapai. Masalah-masalah sosial dan budaya hendaknya menjadi perhatian para pemimpin dunia pendidikan terutama ketika menyusun atau membuat inovasi-inovasi baru dalam pendidikan.

Pendidikan di abad ke 21 merefleksikan perubahan konteks organisasi pendidikan dengan adanya hubungan antara organisasi, administrator pendidikan dan komunitas yang peduli dan ikut bertanggung jawab akan kemajuan dunia pendidikan, karena itu kepemimpinannya mempunyai nilai-nilai moral dan etika. Gaya kepemimpinan yang tranpormasi, bermuara pada prinsip-prinsip melayani.

Berbasis pada model-model masalah yang dapat di gunakan oleh seorang pemimpin ketika memimpin dan mengambil keputusan  seperti masalah penyusunan kurikulum, penilaian atas kemajuan siswa, manajemen sumber daya, analisa pekerjaan, perencanaan staf, penilaian dan evaluasi kinerja, pengembangan organisasi  dan lain-lain. Seorang pemimpin juga harus mengerti akan isu-isu hukum pendidikan. Terutama bila dihadapkan pada masalah-masalah  hukum maka bisa mengatasinya. Demikian juga tentang pengetahuan masalah keuangan. hendaknya punya pengetahuan yang cukup untuk mengatasi masalah keuangan, bagaimana menyusun anggaran pendapatan dan belanja sekolah, merencanakan alokasi biaya yang efektif dan efisien mestinya seorang pemimpin menguasainya.

Menjadi seorang pemimpin yang ideal bagi sebuah sekolah adalah kepemimpinan yang berbasis masalah dalam setiap pengambilan keputusannya sehingga apapun keputusan yang diambilnya mendekati terhadap penyelesaian masalah – masalah yang muncul dan inilah pemimpin yang diharapkan kedepannya.

8. ANOTASI BUKU KEDELAPAN

    EDUCATIONAL LEADERSHIP AND LEARNING, Sue Law, Derek Glover

Cara dalam mengantisipasi masa depan yang terbaik adalah dengan memahami apa yg terjadi dimasa sekarang. Memimpin dan mengurus organisasi pendidikan memerlukan penguasaan pengetahuan dan mengerti bagaimana berhubungan dengan berbagai individu , kelompok bahkan dengan organisasi secara menyeluruh.

Pengelolahan baru dalam pendidikan adalah bagaimana melakukan peran kepemimpinan pendidikan di masa datang  akan membutuhkan keterampilan heterogen  yang kompleks, pengetahuan yang aman dasar dan sebuah refleksivitas yang memungkinkan mereka untuk bekerja melalui tuntutan antara manajerialisme dan profesionalisme

Karakteristik seorang pemimpin itu ada lima yaitu, memberikan Arah, menawarkan inspirasi, membangun kerjasama team, menjadi teladan dan meningkatkan  Kinerja.

Untuk menjadi seorang pemimpin yang kuat maka dia harus mau belajar dan berubah setiap waktu.  Karena itu penguasaan akan teori-teori komunikasi, pengetahuan atas konsep-konsep budaya dan sentralisasi organisasi  sampai pengembangan kelembagaan yang efektif  dengan berbagai model organisasi , juga melalui berbagai strategi  untuk mengurus dan merubah serta merangsang berbagai kreativitas diri dan pengikutnya merupakan syarat yang harus di penuhi oleh seorang pemimpin.

Seorang pemimpin juga harus bisa membawa organisasinya menjadi organisasi belajar, untuk itu dia harus bisa berkomunikasi secara efektif, dapat menerapkaan berbagai strategi pengembangan kelembagaan, bisa merangsang agar terjadi penemuan dan kreativitas dalam organisasi sampai kepada evaluasi yang terarah sebagai organisasi yang sukses dimasa depan.

Komunitas global adalah upaya mendayagunakan world wide web dengan segala fasilitasnya  agar terjadi pertukaran dan bergai pengetahuan antar individual atau kelompok baik dalam organisasi maupun lintas organisasi. Perusahaan-perusahaan dewasa ini bersifat multinasional, dimana berbagai elemen  produk dan jasa termasuk  orang-orang  yang bekerja didalamnya tersebar  diberbagai tempat dibelahan bumi ini. Komunitas pengetahuan global dapat dibangun secara terbuka atau pun tertutup melalui fasilitas intranet yang hanya terbuka bagi kelompok dan individu tertentu. Teknologi melibatkan keseimbangan baik manusia dan sumber daya fisik, dalam memfasilitasi desentralisasi administrasi  ke unit terendah. teknologi baru menguntungkan ketika dapat meningkatkan mengajar dan belajar komunikasi.

Dalam teknologi baru, mereka menegaskan bahwa sistem informasi berharga jika:

  • meningkatkan visibilitas manajemen karena informasi yang lebih transparan;
  • meningkatkan komunikasi tanggap dan bekerja kolaboratif oleh integratif ketersediaan pengetahuan, keyakinan dan visibilitas, sehingga mengurangi kemungkinan konflik micropolitical
  • mendorong berbagi informasi antar manajer;
  • meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi,
  • memfasilitasi akses ke  kualitas informasi lebih baik;

Jadi seorang pemimpin dalam dunia pendidikan seharusnya juga seorang manajer yang menguasai pengetahuan manajemen, organisasi dan keuangan serta bertanggung jawab secara professional dan realistis. Jika pemimpinnya sangat kreatif dan innovative maka staf juga akan produktif. Produktivitas yang baik akan tercermin dari meningkatnya kemampuan dan kinerja institusi.

Seorang pemimpin di dunia pendidikan juga harus bisa menjaga hubungannya dengan stake holder pendidikan khususnya dan juga dengan seluruh komponen masyarakat yang terkait lainnya. Dengan demikian secara alami dia akan berkembang terus sebagaimana makhluk hidup lainnya .

9. BUILDING THE LEARNING ORGANIZATION

    Mastering the 5 Element for Corporate Learning, Michael J. Marquardt

Marquard mendefinisikan tentang sistem model Leraning Organization  yang merupakan  Learning yang dianggap sebagai sebuah sistem, dengan sub sistem yang terdiri dari Organisasi, orang, pengetahuan, teknologi. Sub sistem Learning mencakup (a)  Levels of learning  : Individual learning, Group or Team learning dan Organization Learning, (b) Types of Learning :  Adaptive Learning, anticipatory learning, singel loop, double loop, deutero learning, action learning, (c) Skill, yang mencakup : system thinking, mental models, personal mastery, team learning, shared vision, dan dialog.

Organisasi yang terdiri dari lima subsistem yang saling terkait yang erat dan saling mendukung satu sama lain. Subsistem inti dari organisasi belajar adalah belajar dan dimensi ini meresap empat subsistem lainnya. Learning terjadi pada kelompok, individu, dan tingkat organisasi. Kelima subsistem secara dinamis saling keterkaitan dan saling melengkapi satu sama lain. Jika setiap subsistem lemah atau tidak ada, maka efektivitas subsistem lainnya secara signifikan juga akan melemah yang mengakibatkan tidak berjalannya sistem.

globalisasi dan teknologi telah menuntut organisasi untuk mampu  mentransformasi  agar dapat beradaptasi dan bertahan hidup di dunia baru. Organisasi harus belajar lebih cepat dan beradaptasi dengan perubahan yang cepat dalam lingkungan atau mereka tidak akan bertahan.. Untuk mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif dalam lingkungan baru,  organisasi harus belajar lebih baik dan lebih cepat dari keberhasilan dan kegagalan, perlu untuk terus mengubah diri menjadi organisasi belajar, menjadi tempat di mana kelompok-kelompok dan individu terus terlibat dalam proses pembelajaran baru.
Organisasi dapat melakukan  “Knowledge Managemen (KM)”..  Pengetahuan tacit mempunyai komponen personal yang menjadikannya sulit untuk diformulasi dan dikomunikasikan. Di lain sisi pengetahuan eksplisit bisa dengan mudah di komunikasikan menggunakan bahasa yang sitematis. (Nonaka, 1991).

10. ANOTASI BUKU KE SEPULUH

      A NEW PARADIGM OF LEADERSHIP,  K. Shelton

kepemimpinan adalah sesuatu posisi kepemilikan yang dimiliki seseorang. berbagai ahli berpendapat mengenai bagaimana paradigma para pemimpin dalam mempersiapkan organisasi untuk menghadapi abad 21 ini , antara lain :

Warren bennis  pemimpin berdedikasi penuh dengan inovasi, punya ide sendiri, punya keinginan untuk selalu maju dan berkembang, penuh inspirasi, visioner dan pandai memanfaatkan kesempatan yang ada.

Fogleman pemimpin harus memiliki karekteristik dan membuat pengikutnya setia dan patuh padanya.

Shultze dan Dimond menekankan inti leadership adalah Focus  terhadap visi sepanjang proses reengineering. Pemimpin harus dapat menguasai dan menggerakkan sumberdaya  dari orang-orang yang mengikuti.

McFarland  dan Senn pandangan dalam globalisasi, meningkatnya kompetisi, menurunnya hirarki. Mereka melihat pemimpin tidak hanya di atas tetapi sampai ke level bawah. Setiap individu punya kontribusi kreativitas dan dapat  menjadi pemimpin.

Neidert menambahkan, pemimpin sebagai orang yang setiap hari menemukan makna bagi pekerjaannya.(David Neidert)

Ken Shelton menekankan seorang pemimpin harus autentik. Pemimpin membutuhkan sebuah permodelan. Ketika seorang pemimpin memaparkan sesuatu secara dalam.

Pemimpin masa depan untuk bertahap hidup kualitas kepemimpinan harus diperhatikan, karena mereka yang berkualitas akan bisa bertahan dalam keadaan yang berbeda. Tom Peters mengingatkan bahwa bagi pemimpin yang besar sulit mencari penggantinya. Organisasi besar karena dipimpin oleh pemimpin besar.

seorang pemimpin dalam era baru harus punya  modal intelektual sebagai berikut : Dapat merubah kebiasaan kepribnadian pimpinan lama, dapat menjadikan pelanggan sebagai raja, berfikir strategis, bersedia digantikan, mau belajar terus menerus.

Bagaimana caranya untuk menjadi pemimpin besar. James M. Kouzes dan Barry Z. Posner menekankan kredibilitas adalah kualitas kepemimpinan. “Pemimpin kredibel yang dapat dipercaya, yang jujur, kompeten, dinamis, inspiratif, dan mampu memandang ke depan. Kredibilitas merupakan dasar kepemimpinan”.

Gifford Pinchot III dan Elizabeth Pinchot menulis bahwa pemimpin berkualitas memiliki cadangan tersembunyi “dari semangat kewirausahaan untuk memenuhi tantangan dari gejolak lingkungan.

Peter Senge berpendapat bahwa tantangan abad ke 21 tidak bisa hanya “dipenuhi oleh para pemimpin heroik terisolasi. Mereka memerlukan unik dari orang yang berbeda, dalam posisi yang berbeda, yang memimpin dalam cara yang berbeda.


MULTIPLE INTELLIGENCES

Tabel di bawah menyimpulkan kekuatan, preferensi belajar, dan kebutuhan yang sesuai dengan jenis kecerdasan.

 Delapan Intelligensi

Intelegensi Area Strengths Preferences Learns Best Trough Needs
Verbal/Linguistic

Writing, reading, memorizing dates, thinking in words, telling stories

Write, read, tell stories, talk, memorize, work at solving puzzles

Hearing and seeing words, speaking, reading, writing, discussing and debating

Books, tapes, paper diaries, writing tools, dialogue, discussion, debated, stories, etc.

Mathematical

/Logical

Math, logic, problem-solving, reasoning, patterns

Question, work with numbers, experiment, solve problems

Working with relationships and patterns, classifying, categorizing, working with the abstract

Things to think about and explore, science materials, manipulative, trips to planetarium and science museum, etc.

Visual/Spatial Maps, reading, charts, drawing, mazes, puzzles, imagining things, visualization Draw, build, design, create, daydream, look at pictures Working with pictures and colors, visualizing, using the mind’s eye, drawing LEGO’s, video, movies, slides, art, imagination games, mazes, puzzles, ilustrated book, trip to art museum, etc.
Bodily/Kinesthetic Athletics, dancing, crafts, using tools, acting

Move around, touch and talk, body language

Touching, moving, knowledge through bodily sensations, processing Role-play, drama, things to build, movement, sports and physical games, tactile experiences, hands on learning, etc.
Musical Picking up sounds, remembering melodies, rhythms, singing

Sing, play an instrument, listem to music, hum

Rhythm, singing, melody, listening to music and melodies Sing-along time, trips to concerts, music playing at home and school, musical instrument, etc.
Interpersonal Leading, organizing, understanding people, communicating, resolving conflicts, selling Talk to people, have friends, join groups Comparing, relating, sharing, interviewing, cooperating Friends, group games, social gatherings, community events, clubs, mentors/apprenticeships, etc.
Intrapersonal Recognizing strengths and weaknesses, setting goals, understanding self Work alone, reflect pursue interest Working alone, having space, reflecting, doing self-paced projects Secret places, time alone, self-paced projects, choices, ets.
Naturalistic Understanding nature, making distinctions, identifying flora and fauna Be involved with nature, make distinction Working in nature, exploring living things, learning about plants and natural events Order, same/different, connections to real life and science issues, patterns

METODE JARIMATIKA Sebagai Inovasi dalam Pembelajaran Matematika

Latarbelakang

Matematika  merupakan  suatu  mata  pelajaran  yang  diajarkan  pada  setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah  Atas (SMA).  Karena pendidikan  merupakan  salah satu hal penting untuk menentukan  maju mundurnya       suatu bangsa, maka untuk menghasil kan sumber daya manusia sebagai subyek dalam pembangunan  yang baik,diperlukan modal  dari hasil pendidikan  itu sendiri. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum,  sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi  tercapainya  tujuan  pendidikan. Namun  sampai  saat  ini  masih  banyak ditemukan   kesulitan -kesulitan yang dialami siswa didalam mempelajari matematika. Kini telah dikembangkan kan berbagai metode pembelajaran untuk mengatasi kesulitan-kesulitan   siswa   dalam   belajar   matematika,   terutama   dalam   hal berhitung. Salah satu metode yang klasik yaitu metode sempoa. Metode sempoa tentu  saja  sudah  teruji kehebatannya  dalam  mengatasi  permasalahan  berhitung selama  ratusan  tahun.  Namun  untuk  tingkat  pemula  metode  ini  dirasa  kurang praktis dikarenakan memerlukan alat bantu . Sempoa tingkat mahir menggunakan metode berhitung dengan membayangk an alat sehingga dapat membebani memori otak.

1.  NAMA  INOVASI PEMBELAJARAN :

“METODE  JARIMATIKA SEBAGAI INOVASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA   DALAM BERHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN JARI”

 Berawal dari kepedulian seorang ibu terhadap materi pendidikan anak-anaknya. Banyak  metode   dipelajari,   tetapi   semuanya   memakai   alat   bantu   dan   kadang membebani memori otaknya. Setelah itu dia mulai tertarik dengan jari sebagai alat bantu yang tidak perlu dibeli, dibawa kemana-mana dan ternyata juga mudah dan menyenangkan. Anak-anak menguasai metode ini dengan menyenangkan dan menguasai keterampilan berhitung. Akhirnya penelitian dari hari ke hari untuk mengotak-atik  jari  hingga  ke  perkalian  dan  pembagian,  serta  mencari  uniknya berhitung dengan keajaiban jari lalu dinamakan  “Jarimatika”.Penerapan  pada anak dimulai pada usia 3 tahun untuk pengenalan konsep sampai usia 12 tahun . Jarimatika ini ada 4 level, masing-masing ditempuh 3 bulan. Setelah selesai lulusan Jarimatika akan  masuk  ke  “Fun  Mathematic  Club”  yang  akan  mengupas  matematika  secara mudah dan menyenangkan, sesuai materi di sekolahnya. Proses ini mungkin dapat membantu anak menghilangkan fobia terhadap Matematika. Sebagaimana diketahui Matematika masih menjadi momok bagi sebagian besar anak (dan juga orang tua). Maka kami belajar untuk menjadikannya mudah dan menyenangkan (yang kemudian menjadi motto Jarimatika). Penyusunan buku jarimatika pun diberikan banyak gambar menarik untuk memudahkan pemahaman dan juga menarik minat untuk mempelajarinya. Beberapa cerita disisipkan untuk memberikan jeda dan memberikan ilustrasi pentingnya jeda dalam proses belajar. Bahasanya diupayakan agar ringan dan mudah dimengerti. Sebenarnya teknik jarimatika adalah kreatifitas manusia pada jaman dahulu sebelum kalkulator ditemukan, mereka mencoba cara teknik untuk mempermudah perhitungan tanpa membebani otak terlalu banyak. Sebagai contoh untuk perkalian sembilan cukup dengan membuka semua jari anda kiri dan kanan, setiap jari anda dapat urutkan angkanya misal : kelingking kiri adalah 1, jari manis kiri adalah 2 dan seterusnya hingga kelingking kanan adalah 10,  cara penggunaannya 1  x  1 adalah menutup jari kelingking kiri sehingga yang tersisa adalah sembilan, 2 x 9 dengan cara menutup jari manis kiri sehingga yang tersisa adalah 1 dikiri dibatasi oleh jari manis yang ditutup dan 8 jari kanan yang terbuka sehingga jawabannya adalah 18, demikian seterusnya.

2.     PEMILIK IDE INOVASI METODE JARIMATIKA DALAM PEMBELAJARA MATEMATIKA BEREHITUNG DENGAN JARI ADALAH: SEPTI PENI WULANDARI

Nama Septi Peni Wulandari sudah identik dengan jarimatika. Perempuan asli Salatiga ini memang yang memperkenalkan metode belajar berhitung matematika dengan menggunakan jari-jari tangan.

Kesuksesan Peni tak datang begitu saja. Banyak kendala bagi ibu tiga anak ini saat mengembangkan metode belajar matematika dengan menggunakan jari. Selain metode ini belum dikenal orang, banyak orang yang “takut” belajar berhitung lantaran dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit. “Ini menjadi tantangan yang enggak gampang ditaklukkan,” ujarnya. Menghabiskan waktu hingga sekolah menengah atas di Salatiga, Peni hijrah ke Semarang dan berkuliah di Universitas Diponegoro, mengambil Jurusan Ilmu Gizi.Lantaran diterima lewat jalur kedinasan, peluang Peni menjadi pegawai negeri sipil (PNS) terbentang luas. Namun, setelah menikah, rencana itu buyar. Sang suami memintanya berkonsentrasi mengurus keluarga dan anak-anaknya. “Suami saya bilang, anak itu harus mendapat pendidikan langsung dari orangtuanya, bukan dari orang lain,” tandas Peni.

Keputusan Peni untuk mengikuti keinginan suaminya sempat membuat orangtua Peni berat hati. “Orangtua saya sempat menyesalkan keputusan saya,” ujarnya mengenang. Maklumlah, kala itu menjadi PNS dianggap sebagai pekerjaan yang menjamin masa depan. Tahun 1995, Peni pun diboyong suaminya yang bekerja di bank ke Jakarta. Mereka menetap di Depok, Jawa Barat.Meski harus mengurus rumah tangga, hasrat Peni untuk bekerja masih menyala. Ia mengaku iri dengan kesibukan wanita karier yang ada di sekitarnya. “Setahun setelah menikah, saya masih tetap ingin bekerja,” ujar Peni. Keinginan untuk menjadi wanita karier juga tak padam meski di rahimnya sudah ada jabang bayi pertamanya.

Lagi-lagi, Dodik Maryanto, sang suami, menenangkan hasratnya. Lewat diskusi panjang, ia terngiang dengan perkataan suaminya. “Kesuksesan perempuan dimulai dari dalam rumah dan akan tampak hasilnya dari luar,” ujar Peni menirukan petuah suaminya. Mengelola keluarga dengan sungguh-sungguh adalah kesuksesan, yang hasilnya bisa dirasakan keluarga dan berguna bagi banyak orang.

Baru ketika anak pertamanya, Nurul Syahid Kusuma, lahir, hasrat Peni untuk bekerja meredup. Ia mulai menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Ia menjadi paham bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang tak bisa disepelekan. “Ibu rumah tangga bukan golongan second class yang identik dengan pakaian daster dan bau bawang,” tandasnya.

Menjadi ibu rumah tangga tidak perlu menjadikan perempuan malu atau bahkan minder. Justru para perempuan harus bangga karena ibu rumah tangga adalah profesi mulia. “Bayangkan kita harus mengelola semua urusan rumah,” ujarnya. Termasuk menjadi teladan bagi anak-anaknya. Itulah sebabnya Peni menjadikan kehadiran sang anak sebagai laboratorium pertamanya. Ia harus menjadi teladan sekaligus guru bagi Enes, panggilan akrab anak pertamanya itu.

Sebelum menemukan metode berhitung dengan menggunakan jari, Peni memulai dengan membuat kurikulum bagi anaknya. Karena belum berpengalaman, Peni membaca buku-buku dan ikut kuliah umum untuk memperkaya wawasannya tentang pendidikan. Bekal ini jelas berguna bagi penyusunan kurikulum yang pas buat pendidikan anaknya. Lantas, ia pun menjadikan rumahnya sebagai kantor. Ia menyusun jadwal bekerja untuk dirinya sendiri, yakni mulai dari pukul delapan pagi hingga empat sore. Bahkan, ia juga selalu berpakaian rapi dan bersepatu.

Saat itu, ia juga menolak bila ada tetangga yang datang untuk mengobrol. “Saya menjadikan rumah sebagai kantor saya, hingga sekarang,” ujarnya. Pada jam-jam bekerja, Peni juga mengaku berkonsentrasi mengajari berbagai keterampilan untuk anaknya

Septi Wulandari menciptakan metode jarimatika ketika buah hatinya mulai suka menggunakan jari untuk berhitung. Guna mendukung ekonomi keluarga lantaran sang suami kena pemutusan hubungan kerja, ia pun aktif mempromosikan metode ini. Tak segan, dia mengenalkan metodenya itu naik turun bus atau keluar masuk sekolah. Hal pertama yang diajarkan Septi Wulandari kepada sang anak adalah memperkenalkan dunia membaca. Dari eksperimennya itu, ia menemukan metode yang disebut Abaca Baca.

Septi atau akrab disapa Peni mengklaim, melalui metode ini, anak sudah mulai bisa membaca pada usia sembilan bulan. Selanjutnya, pada usia dua hingga tiga tahun, anak sudah fasih membaca koran. Ia menerapkan proses yang menyenangkan. “Anak tak hanya diajarkan untuk membaca saja, kemudian duduk, lanjut dengan membaca lagi,” kata Peni. Makanya, metode abaca baca pun berhasil diaplikasikan pada anak pertamanya. Setelah berhasil dengan metode membaca, Peni mengajarkan anaknya berhitung. Ia pun mencoba banyak metode dari luar. Namun ternyata, tak cocok dan gagal karena gaya belajar anak cenderung aktif. Peni lalu mengganti metode belajarnya. Kali ini, ia menggunakan alat peraga. Tapi, ketika alat peraga rusak, si anak enggan memakainya lagi.

Beberapa waktu berselang, Enes, anak pertama Peni, mulai menggerakkan jarinya untuk berhitung. Bersama suami, dia pun berpikir untuk mengoptimalkan kemampuan jemari sang anak sebagai alat bantu hitung.

Akhirnya, mereka menciptakan rumus-rumus matematika dengan menggunakan jemari. “Setiap ada ide baru, kami tulis di atas kertas dan ditempel, jadi di rumah itu penuh dengan tempelanflip chart,” ungkap Peni. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 juga berpengaruh pada kelangsungan hidup keluarga Peni. Saat itu, banyak perbankan bermasalah dan harus gulung tikar. Suami Peni pun terkena pemutusan hubungan kerja lantaran bank yang menjadi tempat kerjanya ditutup. Untuk membantu perekonomian keluarga, Peni memutuskan untuk berjualan baju. “Karenapassion saya di busana muslim, saya berjualan baju muslim,” katanya. Bersama anak-anaknya,Peni mengembangkan metode belajarnya tersebut. “Selama tiga tahun terjadi trial error, tapi kami tak patah semangat,” ungkapnya. Setelah jarimatika ini berhasil dikembangkan pada tahun 2000, banyak orang tua, khususnya para ibu tertarik untuk mempelajari.

3.     ORANG-ORANG YG MENYEBARLUASKAN METODE JARIMATIKA

Untuk memperkenalkan metode jarimatika, Peni harus berpindah dari satu bus ke bus yang lain. “Saat promosi, kami menggunakan atribut lengkap jarimatika,” papar Peni.

Di rumah, Peni menerapkan metode belajar home schooling untuk anak-anaknya. Menurutnya, di rumah adalah metode yang tepat untuk membangun karakter si anak. Ia berpendapat, hingga anak berumur 12 tahun merupakan saat yang tepat untuk membangun karakternya. Selanjutnya, dari usia 13 tahun sampai 15 tahun, anak boleh merasakan dunia luar. Mulai umur 15 tahun itu pula, anak sudah bisa hidup mandiri.

Peni berprinsip anak harus ditangani ahlinya. Karena itu, ia rajin mengikuti kuliah-kuliah umum dan terus belajar tentang pendidikan anak. Ia mengaku, menggunakan kartu nama yang unik sebagai jalan masuk untuk mengikuti kuliah umum ataupun seminar-seminar dan berdiskusi dengan para dosen. Di kartu namanya, Peni menulis status dirinya sebagai ibu rumahtangga profesional.

Awalnya, banyak yang meragukan metode belajar yang diterapkan Peni. Khususnya dalam soal sosialisasi. Namun, menurut dia, belajar di sekolah dasar (SD) selama enam tahun, mulai dari kelas satu sampai kelas enam dengan teman yang sama, bukan sebuah sosialisasi yang sebenarnya.

Keberhasilan sosialisasi, Peni melanjutkan, adalah ketika anak bisa menyesuaikan diri serta tidak minder ketika berada dalam sebuah komunitas dan lingkungan yang berbeda. Mulai dari masyarakat desa sampai pada kelas elite.

Upaya Septi Peni Wulandari membukukan metode jarimatika dalam sebuah buku berbuah manis. Masyarakat merespons baik bukunya. Banyaknya masyarakat yang ingin mempelajari jarimatika membuat Peni akhirnya mewaralabakan metode belajar ini. Namun, usahanya sempat terganjal masalah modal dan utang.

Tahun 2003, harapan Septi untuk lebih mengembangkan jarimatika ke tingkat yang lebih luas terbuka lebar. Peristiwa itu terjadi ketika ia bertemu dengan seorang perempuan yang tertarik dengan metode yang dia kembangkan. Orang tersebut pun menyarankan Peni membukukan metode belajar jarimatika.

“Kita enggak kepikiran sampai sejauh itu,” tutur Peni yang kala itu tidak memiliki komputer. Lalu Peni mengumpulkan flip chart dari hasil pengembangan metodenya ini untuk dibukukan.

Ternyata, masyarakat merespons positif penerbitan buku jarimatika tersebut. “Saat ini, buku sudah cetakan ke-13. Kalau diperkirakan, totalnya ada sekitar 130.000 eksemplar di pasar,” jelas Peni.

Tak lama setelah buku jarimatika terbit tahun 2003, banyak pihak yang kemudian menghubungi Peni untuk mengisi pelatihan di berbagai wilayah, khususnya Jabodetabek. Peni pun akhirnya mematenkan jarimatika pada tahun 2005 untuk melindungi karyanya tersebut.

Ketika jarimatika sudah dikenal luas di wilayah Jabodetabek, tahun 2006 Peni sekeluarga mendapat kabar bahwa mertuanya sakit dan dirawat di Rumah Sakit Elisabeth, Semarang. Karena keluarga Peni memiliki waktu yang lebih fleksibel dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, ia memutuskan kembali ke Salatiga dan merawat ayah mertuanya selama satu bulan.

Setelah sembuh, ayah mertua Peni dibawa ke Salatiga. Di kota ini pulalah anak-anak Peni merasa nyaman dan betah. Mereka tidak ingin kembali ke Jakarta. Dan, “Saat itu, saya berpikir jarimatika di Jakarta sudah mulai berkembang,” kata Peni.

Setelah menetap di Salatiga, Peni harus memulai dari nol lagi. Tabungannya pun sudah habis untuk biaya pengobatan ayah mertuanya. Lagi-lagi untuk yang kedua kalinya suami Peni mengatakan kepadanya: “Bersungguh-sungguhlah kamu pada Allah, Rasulullah, bapak dan ibu. Ketika kamu bersungguh-sungguh, maka masalah dunia, Allah yang mengatur,” papar Peni menirukan nasihat suaminya.

Kekhawatiran Peni akhirnya pudar ketika banyak media yang meliput metode jarimatikanya ini. Usahanya pun berkembang tak hanya di seputar Jabodetabek, tetapi juga melebar ke pantura, mulai dari Solo sampai Bali dan Nusa Tenggara. Metodenya ini juga mulai diterima di wilayah luar Jawa. “Paling tidak sudah tersebar sampai ke 33 kota,” jelasnya.

Awalnya Peni memang tidak ada niat mewaralabakan usahanya. Ia pun memungut biaya tipis saja. Namun, ia menyadari sesuatu yang digratiskan pasti pada akhirnya akan hancur karena tidak ada komitmen untuk investasi.

Peni menilai biaya investasi yang hanya Rp 3 juta kurang mempan menumbuhkan komitmen mitra usahanya. Pada tahun 2007, ia menaikkan biaya kemitraan menjadi Rp 9,5 juta. “Efeknya sangat baik, banyak mitra yang sungguh-sungguh menjadikan usaha ini sebagai sebuah bentuk investasi,” tuturnya.

Peni juga sempat kewalahan menutup utang bank yang pernah ia ajukan guna membangun kantor dan mencetak berbagai perlengkapan pendukung untuk metode jarimatikanya. “Saya tidak menyangka bunga utang bank sangat memberatkan,” imbuhnya.

Ia pun memberanikan diri mempresentasikan usahanya ini ke bank-bank guna mendapatkan dana pinjaman untuk bisa menutup sisa utangnya. Dari tiga bank yang didatangi Peni, dua di antaranya menolak konsep Peni. Apalagi, Peni juga tidak punya agunan untuk menjamin utangnya.

Peni harus bolak-balik Salatiga-Semarang untuk mengajukan proposal usahanya tersebut. Satu-satunya modal yang ia bawa untuk mengajukan utang kepada bank adalah kliping hasil tulisan berbagai media.

Setelah beberapa kali ditolak, Peni menemukan satu bank yang mau memberikan utang tanpa agunan. Selain mendapatkan modal usaha, Peni juga mendapat dana untuk menutup bunga bank yang melilitnya saat itu.

Jarimatika merupakan celah bagi Peni menjadi seorang pengajar sekaligus pengusaha. Dari jarimatika, banyak ibu rumah tangga yang menjadi penulis buku bertema jarimatika

Rogers mengelompokkan adaptor sebuah inovasi ke dalam 5 kelompok yaitu; inovator, early inovators, early majority, late majority, dan laggards. Dalam difusi inovasi METODE JARIMATIKA,  sebagai early inovators dalam penyebarluasan metode jarimatika adalah anaknya  beliau yang secara langsung menerima ide inovasi dari Septi.

4.     PENYEBARLUASAN METODE JARIMATIKA

 

Banyak pembaca tertarik dan meminta Septi memberikan pelatihan agar mereka bisa mengajari anak-anaknya di rumah. Bahkan, perempuan kelahiran Salatiga itu ”terpaksa” membuka kursus di Depok Timur, sebelum pindah ke Salatiga, Jawa Tengah. Rumahnya di Salatiga berubah menjadi markas pelatihan Jarimatika.

Awalnya sulit mengajarkan Jarimatika kepada para ibu karena mereka merasa tangannya sudah kaku. Sebagian lagi berpandangan berhitung dengan tangan itu kuno dan hanya dapat sampai hitungan 10.

”Ada yang sampai nangis-nangis melipat jarinya, dan sekarang ibu itu menjadi instruktur keliling Indonesia,” katanya.

Sebagian peserta pelatihan kemudian tertarik membuka kursus. Jalan hidup sebagian dari mereka pun berubah. ”Ada manajer perusahaan multinasional dan beberapa perempuan dengan jabatan bagus yang mengundurkan diri dari pekerjaan karena ingin mendidik sendiri anaknya. Mereka tetap mandiri secara finansial dengan membuka kursus Jarimatika,” ujarnya.

Sekarang terdapat 80 waralaba Jarimatika yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Bahkan, beberapa berada di luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Timur Tengah. Tak kurang dari 600 ibu yang telah dilatihnya belajar berhitung. Septi tak pernah membayangkan sedemikian luas metode itu dikenal orang lantaran semula hanya diperuntukkan bagi ketiga anaknya.

Rentetan penghargaan mengikuti sepak terjang Septi. Tahun 2006 dia menerima penghargaan Danamon Award untuk kriteria pengembangan sumber daya masyarakat. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tertarik menggunakan metodenya guna memberdayakan ibu-ibu di daerah terpencil. Ashoka Foundation, yayasan dari Amerika, juga melibatkan Septi dalam jaringannya. Belakangan dia mendapat tawaran dari Kedutaan Besar Indonesia di Swedia guna mengenalkan metode tersebut kepada ibu-ibu di negara itu.

5.     DAMPAK PERUBAHAN YG DIHASILKAN

 

Berhitung dengan teknik jarimatika mudah dipelajari dan menyenangkan bagi peserta didik. Mudah dipelajari karena jarimatika mampu menjembatani antara tahap perkembangan kognitif peserta didik yang konkret dengan materi berhitung yang bersifat abstrak. Jarimatika memberikan visualisasi proses berhitung, peserta didik belajar dengan memanipulasi hal-hal konkret tersebut untuk memepelajari materi matematika yang bersifat abstrak dan deduktif.Ilmu ini mudah dipelajari segala usia, minimal anak usia 3 tahun. Menyenangkan karena peserta didik merasakan seolah mereka bermain sambil belajar dan merasa tertantang dengan teknik jarimatika tidak membebani memori otak peserta didik. Teknik berhitung jarimatika mampu menyeimbangkan kerja otak kanan dan kiri, hal itu dapat ditunjukkan pada waktu berhitung mereka akan mengotak-atik jari-jari tangan kanan dan kirinya secara seimbang. Jarimatika mengajak peserta didik untuk dapat mengaplikasikan operasi hitung dengan dengan cepat dan akurat menggunakan alat bantu jari-jari tangan, tanpa harus banyak menghafalkan semua hasil operasi hitung tersebut.

 

Praktis dan efisien . Dikatakan praktis karena alat hitungnya jari maka selalu dibawa kemana-mana. Alatnya tidak akan pernah ketinggalan dan tidak akan disita apalagi diambil, jika si anak ketahuan memakai Jari-jari sebagai alat hitungnya pada saat ujian. Efisien karena alatnya selalu tersedia dan tidak perlu dibeli. Penggunaan “Jarimatika” lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya, sehingga anak-anak menguasai ilmu secara matang. Selain itu metode ini disampaikan secara fun, sehingga anak-anak akan merasa senang dan gampang bagaikan “tamasya belajar”.  Pengaruh daya pikir dan psikologis Karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa terbuka sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru. Membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal. Tidak memberatkan memori otak, sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika secara luas. Pengaruh daya pikir dan psikologis Karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa terbuka sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru.Membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal.Tidak memberatkan memori otak, sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika secara luas.

 6.     RELATIVE ADVANTAGES OF JARIMATIKA METHOD

Jarimatika adalah cara berhitung KaBaTaKu (kali, bagi, tambah, kurang) dengan menggunakan jari tangan. Biasanya, anak-anak paling takut dan paling tidak senang dengan pelajaran berhitung. Namun, jarimatika memberikan sebuah solusi yang lain, sehingga berhitung menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Jarimatika  paling efektif diajarkan pada anak usia kanak-kanak (4-6 tahun) dan usia sekolah dasar (6-12 tahun). Tapi, kita sebagai orang tua pun dapat mempelajarinya juga. Apa keunggulan jarimatika dibandingkan metode lain

Memberikan visualisasi dalam proses berhitung

Menggembirakan anak saat menggunakannya

Tidak memberatkan memori otak

Alatnya adalah jari tangan yang tidak perlu membeli, tidak pernah ketinggalan,  selalu dibawa kemana saja, dan tidak bisa disita pada saat ujian

5. Membentuk mental berhitung yang cemerlang karena secara nyata mengedepankan

proses mendapatkan hasil  Merangsang potensi otak sehingga berkembang dan mencapai fungsi yang optimal,  Meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan ketelitian dalam berpikir

Belajar jarimatika dapat membantu anak dalam pelajaran matematika, sehingga anak tidak phobi/alergi terhadap matematika atau pelajaran lain yang berbasis ganda. Selain itu, anak yang belajar jarimatika biasanya menjadi lebih percaya diri, lebih tekun, dan lebih kreatif dalam menciptakan ide-ide.

7.     KELEBIHAN DAN KELEMAHAN JARIMATIKA

Kelebihan

  • Jarimatika memberikan visualisasi proses berhitung.

Hal ini akan membuat anak mudah melakukannya.

  • Dapat melatih menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan
  • Gerakan jari-jari tangan akan menarik minat anak. Mungkin mereka menganggapnya lucu. Yang jelas, mereka akan melakukannya dengan GEMBIRA.
  • Jarimatika relatif tidak memberatkan memori otak saat digunakan.
  • Alatnya tidak perlu dibeli, tidak akan pernah ketinggalan, atau terlupa dimana menyimpannya….
  • ….dan juga tidak bisa disita saat ujian…

      Kelemahan           

  • Karena jumlah jari tangan terbatas maka operasi matematika yang bisa di selesaikan juga terbatas
  • Kalau kurang latihan agak lambat menghitung di bandingkan sempoa

8.     REKOMENDASI

  Langkah-langkah Jarimatika

  1. Kenalkan dulu pada anak tentang bilangan dan proses membilang

Contoh :    * Ini satu bola (tunjukkan bola satu buah)

* Bagaimana dengan ini ? (Tunjukkan beberapa bola)

  1. Kenalkan lambang bilangan
  2. Mulailah kenalkan dengan proses menjumlah dan mengurang
  3. Kenalkan lambang-lambang yang digunakan dalam jarimatika
  4. Ajak anak untuk terus bergembira, jangan merepotkan anak untuk menghafal lambang tersebut

 

 

GOOD  LUCK !!!!

CRITICAL REVIEW JOURNAL

Critical review:

Learning Organization and Intellectual Capital: An Empirical

Study of Jordanian Banks

Marwan M. Al-Nsour and Ghazi A. Al-Weshah

Management Department, Faculty of Planning and Management

Al-Balqa Applied University, Assalt- Jordan

E-mail: marwan_alnsour@yahoo.com. and weshah120@yahoo.com.

Received: October 22, 2011, Accepted: October 29, 2011, Published:November 4, 2011

 

Keywords:Banking Industry, Intellectual Capital, Learning Organizations , Hypotheses Testing, Jordan.

Abstract The purpose of this paper is to investigate empirically the relation between the learning organization and intellectual  capita Jordanian banking industry. The intellectual  capital is measured by three dimensions, namely, human capital, structural capital, and customer capital. 86 Questionnaires are sent to managers and executives in Jordanian banks headquarters using convenience sample, however, 66 questionnaires were returned and the response rate is 77%. Quantitative approach is employed to test the proposed research hypotheses; correlation analysis and regression analysis are conducted. The results support the hypothesis that learning organization has a positive impact on banks intellectual capital. The results extend the understanding of the role of organizational learning in creating intellectual capital and building sustainable advantages for banks in emerging economies.

European Journal of Business and Management

ISSN 2222-1905 (Paper) ISSN 2222-2839 (Online) Vol 3, No.8, 2011 , http://www.iiste.org

 I.   Pendahuluan

Pembelajaran organisasi terjadi melalui  proses akuisisi, berbagi, dan mengintegrasi -kan pengetahuan baru dari luar perusahaan maupun di dalam perusahaan (Crossan, Lane, &  Putih ,1999 ;  Argote  &  Ingram, 2000). Beberapa peneliti menemukan bahwa fokus pada pembelajaran organisasi memiliki potensi besar untuk membangun kolaborasi dan program-program  perbaikan berkesinambungan yang mempromosikan kinerja organisasi  (Levine, 2001, Belanda, 2010). Modal intelektual organisasi merupakan teknologi dan mekanisme lain yang membantu karyawan dalam menciptakan pendapatan untuk organisasi seperti sistem komunikasi, basis data, kebijakan, prosedur, sistem teknis, dan perangkat lain (Boisot, 2002; Ordo’nez dePablos, 2003). Baru-baru ini, modal  intelektual dapat mencakup keterampilan dan pengetahuan bahwa sebuah perusahaan telah mengembangkan tentang bagaimana membuat barang atau jasa  (Hernández  &  Noruzi, 2010). Namun, tidak ada arah yang jelas tentang bagaimana  mengembangkan  modal intelektual atau bagaimana perencanaan pengelolaan lembaga dan proses kontrol untuk memastikan bahwa persediaan modal intelektual  tumbuh  atau  setidaknya  dipertahankan  (Issac et al.2010).Saat ini, penting untuk memahami apa organisasi belajar , apa karakteristiknya dan bagaimana berkaitan dengan topik yang muncul  dari  modal intelektual. hasil  pembelajaran Bank ritel adalah  (melalui krisis, kesalahan  penipuan kegagalan,, dll) selama setidaknya 300 tahun. Harris  (2002) memberikan bukti bahwa belajar dari kesalahan masa lalu, atau bahkan bangunan atas kesuksesan masa lalu, terus menjadi pengecualian, bukan aturan. Bank harus belajar tentang masalah dan solusi mereka melalui aksi langsung dan transaksi dan melalui strategi pengembang -an bank yang aktif. Belajar muncul melalui proses berulang-ulang selama umpan balik perubahan internal aktif dan bertransaksi eksternal dan terkait kesalahan, kegagalan dan keberhasilan, bukan melalui proses keputusan rasional memerintahkan (Belanda, 2010).

Di Yordania, industri perbankan telah mengalami perubahan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Ada banyak perubahan dalam jumlah dan variasi produk yang ditawarkan karena percabangan atau merger dan akuisisi bank. Intensitas persaingan perkembangan teknologi dan informasi dalam lingkungan yang keras telah menyebabkan restrukturisasi beberapa bank ritel (Al-Weshah dan Deacon, 2009). Bank yang pemain utama di lingkungan bisnis Yordania memiliki kesepakatan dengan modal intelektual dan memiliki semua dasar-dasar organisasi pembelajaran yang dapat mendukung modal intelektual. Oleh karena itu, industri perbankan harus mengadopsi konsep organisasi pembelajaran sebagai solusi untuk mengatasi situasi ini bermasalah berdasarkan modal intelektualnya.

Argument ini merupakan bagian dengan review singkat tentang  modal intelektual diukur dengan tiga dimensi (modal manusia, modal struktural dan modal pelanggan). Daerah penelitian lebih lanjut yang dieksplorasi pada bagian selanjutnya dari makalah ini. Diharapkan tulisan ini memberikan kontribusi untuk pengetahuan industry perbankan dengan memprakarsai dan memfasilitasi diskusi tentang aspek penting dari tersedianya modal intelektual perbankan yang terampil dan kompeten serta organisasi belajar bisa bermain dalam hal ini.

II.Kritikan

Pada makala ini hipotesis utama adalah organisasi belajar memiliki dampak positif  pada modal intelektual.sehingga, tiga subhipotesis yaitu  :  Belajar  organisasi  memiliki dampak positif pada modal manusia,  Belajar organisasi memiliki dampak positif pada modal struktural, Belajar organisasi memiliki dampak positif pada modal pelanggan. pendekatan pengujian hipotesis digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran  studi. Sebuah  kuesioner yang diisi sendiri telah dikembangkan sebagai metode pengumpulan data dari manajer dan eksekutif yang bekerja di kantor pusat bankYordania menggunakan sampel kenyamanan. 86 kuesioner yang dikirim manajer dan eksekutif di bank Yordania.

Penulis akan mencoba untuk mengkritisi makalah ini dimulai dengan beberapa teori  yang telah diberi penjelasan secara cukup lengkap oleh pemakalah. 1) Tentang belajar organisasi  : Senge (1990) mendefinisikan organisasi belajar sebagai suatu entitas di mana orang terus-menerus memperluas kapasitasmereka untuk menciptakan hasil yang mereka  inginkan . Senge (1990) mendefinisikan Organisasi Belajar (LO) sebagai  strategi dan inisiatif untuk meningkatkan efektivitas organisasi melalui penekanan pada pengem-bangan kemampuan, kapasitas dankualitas staf, dan pada pendekatan yang didasarkan pada perilaku dan  sikap  perangkat tambahan, serta keterampilan. kegiatan belajar yang berkelanjutan dan kebebasan mengeksplorasi pengetahuan akan menciptakan budaya intelektual bagi suatu organisasi pembelajar. Untuk menjadi organisasi pembelajar, Senge (1990) mengatakan bahwa setiap individu yang ingin bersaing dalam lingkungan bisnis harus menjadikan organisasinya sebagai “Organisasi  Pembelajar”, dengan cara terus menerus beradaptasi dengan lingkungannya. Senge menawarkan lima disiplin yang ia sebut sebagai five new”component technologies”, yang diyakini sebagai ”disiplin” yang perlu dimiliki setiap individu organisasi sebagai landasan utama keberhasilan membangun organisasi pembelajar guna menghadapi dan menciptakan perubahan. Sementara menurut Marquardt (1996), ada enam keahlian yang harus dimiliki sebuah organisasi untuk menjadi sebuah organisasi belajar, lima keahlian pertama adalah lima disiplin organisasi belajar yang dikemukakan oleh Senge, dan ditambah dengan keahlian keenam yaitu keahlian untuk melakukan dialog. Dialog merupakan kemampuan untuk belajar, mendengar dan berkomunikasi antar sesama anggota organisasi. Dalam perusahaan yang telah menjadi organisasi belajar, keahlian diwujudkan dengan adanya: sikap anggota perusahaan untuk selalu terbuka, mau mendengarkan, mau berdiskusi, memberi saran atau kritik, dan saling bertukar pikiran dalam melakukan proses belajar dan perbaikan berkelanjutan di perusahaan.

Disiplin organisasi pembelajar ini merupakan rangkaian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain . Lebih jauh Senge menyatakan bahwa lima disiplin organisasi pembelajar tersebut di atas dapat berperan sebagai developmental path for acquiring certain skills or competencies to organizational capital.

“organisasi pembelajaran” untuk mengembangkan kemampuan belajar mereka untuk bertahan hidup dan mempertahankan daya saing (Hong, 1999).

Chetley dan Vincent (2003) mendefinisikan pengembangan organisasi belajar sebagai proses berkelanjutan, sistematis yang membutuhkan kepercayaan dan pengakuan dari kehalusan dan kompleksitas hubungan manusia dan menggambarkan tiga tahap dalam proses ini, pertama, individu dan tim didorong dan didukung untuk belajar; Kedua, proses ini disosialisasikan atau dilembagakan, dan ketiga, belajar merupakan jantung dari sebuah organisasi, yang berarti bahwa belajar digunakan untuk mengubah dan mengembangkan organisasi. 2)  Modal intelektual didefinisikan sebagai jumlah aktiva tidak berwujud yang berhubungan dengan pengetahuan tentang sebuah perusahaan yang telah dibakukan ditangkap, dan dimanfaatkan untuk menghasilkan asset yang lebih tinggi bernilai dan untuk menciptakan keunggulan kompetitif (Berry, 2004; Stewart, 1997; Subramaniam & Youndt, 2005). Definisi yang paling banyak digunakan modal intelektual adalah “pengetahuan yang bernilai bagi sebuah organisasi.” Elemen utamanya adalah modal manusia, modal struktural dan modal pelanggan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan (jumlah dari apa yang dikenal) menciptakan modal intelektual (Bassi, 1997).Nonaka dan Takeuchi (1995) yang menyatakan bahwa “teori-teori belajar organisasi pada dasarnya tidak memiliki pandangan bahwa pengetahuan merupakan pengembangan pembelajaran dan teori yang paling OL berkonsentrasi pada belajar individu dan tidak berkembang pandangan yang komprehensif dari pembelajaran di tingkat organisasi “.

Proses Pembentukan Pengetahuan

Nonaka dan Takeuchi (The Knowledge Creating Company, 1995; 63-69) lebih lanjut mendiskusikan empat gaya konversi atau ciptaan pengetahuan yang diperoleh dari kedua macam pengetahuan:

Sosialisasi : meliputi kegiatan berbagi pengetahuan tacit antar individu . Dalam prakteknya, sosialisasi dilakukan melalui kegiatan penangkapan pengetahuan lewat kedekatan fisik seperti interaksi antara pimpinan dan pegawai, pimpinan dengan pimpinan, pegawai dengan pegawai .

Ekternalisasi : Eksternalisasi membutuhkan penyajian pengetahuan tacit ke dalam bentuk yang lebih umum sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Dalam prakteknya, eksternalisasi didukung oleh dua faktor kunci .Pertama, artikulasi pengetahuan tacit  yaitu konversi dari tacit ke eksplisit , seperti dalam dialog. Kedua, menerjemahkan pengetahuan tacit dari para ahli ke dalam bentuk yang dapat dipahami, misalnya dokumen, manual, dsb .

Kombinasi : Kombinasi meliputi konversi pengetahuan eksplisit ke dalam bentuk himpunan pengetahuan eksplisit yang lebih kompleks . Dalam prakteknya, fase kombinasi tergantung pada tiga proses berikut: Pertama, penangkapan dan integrasi pengetahuan eksplisit baru, Kedua, penyebarluasan pengetahuan eksplisit tersebut melalui presentasi atau pertemuan langsung , Ketiga, pengolahan pengetahuan eksplisit sehingga lebih mudah dimanfaatkan kembali, misal menjadi dokumen rencana, laporan, data pasar, dsb .

Internalisasi : Terakhir, internalisasi pengetahuan baru merupakan konversi dari pengetahuan eksplisit ke dalam pengetahuan tacit organisasi . Dalam prakteknya, internalisasi dapat dilakukan dalam dua dimensi . Pertama, penerapan pengetahuan eksplisit dalam tindakan dan praktek langsung . Contoh melalui program pelatihan . Kedua, penguasaan.pengetahuan eksplisit melalui simulasi, eksperimen, atau belajar sambil bekerja.

Modal intelektual meliputi banyak hal seperti data, informasi properti, intelektual dan pengalaman, yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kekayaan (Rivette, 2000).

Beberapa penelitian diklasifikasikan modal intelektual menjadi modal manusia, modal struktural dan modal relasional (Johnson, 1999; Bontis, 1999; Bozbura, 2004). Ismail (2008) Baris modal intelektual menjadi modal manusia, modal pelanggan, dan modal struktural.  Ada yang diterima secara luas, tiga kategori klasifikasi, yang membagi modal intelektual menjadi pengetahuan dikodifikasi tentang sistem organisasi dan operasi (sistem modal), pengetahuan tentang pelanggan, pasar, dan distribusi (modal pelanggan), dan pengetahuan yang diperoleh dari keterampilan orang dan keahlian (modal manusia) (Stewart 1997, Bontis dan Fitz-Enz 2002; Walsh et al, 2008).

3). Belajar organisasi dan modal intelektual   , Daya saing inti dari industri perbankan sangat bergantung  pada kemampuan tim manajemen untuk secara sistematis menjadi organisasi belajar Beberapa penelitian dilakukan untuk menemukan hubungan antara organisasi belajar dan modal intelektual dalam industri perbankan. Membangun organisasi belajar merupakan tantangan penting bagi bank  Yordania. Belajar organisasi dan modal intelektual menjadi salah satu isu paling penting yang mempengaruhi semua jenis usaha termasuk industri perbankan yang menghadapi permintaan untuk produk yang lebih baik dan layanan  memiliki  di picu  tumbuh di dalam pengembangan manajerial, pengembangan ini dapat  mencapai dengan meningkatkandi modal intelektual organisasi yang sama yang dapat mencapainya dengan sifat menjadi organisasi belajar. Oleh karena itu, makalah ini akan memeriksa LO dan IC (intelektual Capital)  secara empirisuntuk menggeneralisasi faktor penting tentang  LO dan IC bank. Tujuan utama daripenelitian ini adalah untuk mengeksplorasi hubungan antara LO dan IC melalui pembangunan pola korelasi antara kedua elemen.

II.Kesimpulan

modal intelektual diukur dengan tiga dimensi (modal manusia, modal  struktural  dan modal pelanggan).Konsep dari LO dan IC telah terbukti berkaitan erat dan saling  mendukung. Oleh karena itu, tidak cukup bahwa organisasi belajar sesuatu yang baru, tetapi pengetahuan baru perlu diterapkan untuk konteks strategis dan kebutuhan untuk menjadi relevan dalam konteks (Bontis et al., 2001). Modal intelektual diakui sebagai salah satu faktor paling penting bagi keberhasilan bank dalam ekonomi berbasis pengetahuan.Dengan memastikan pembelajaran bank yang lebih baik, penciptaan pengetahuan dan digunakan, para pembuat kebijakan bank dapat membantu dukungan  komponen modal intelektual dan mengurangi risiko bank krisis di masa depan. Industri perbankan harus berinvestasi untuk mengubah ke organisasi belajar yang pada kemudian akan meningkatkan modal intelektual, oleh karena itu akan maju  dalam lingkungan global yang kompetitif. Studi ini dapat mempertimbangkan bahwa keterampilan SDM di bank Yordania sesuai untuk mengubah bank mereka menjadi organisasi  pembelajaran. Membangun organisasi belajar merupakan tantangan penting bagi bank  Yordania. Belajar organisasi dan modal intelektual menjadi salah satu isu paling penting yang  mempengaruhi semua jenis usaha termasuk industri perbankan yang  menghadapi  permintaan untuk produk yang lebih baik dan layanan  memiliki  dipicu tumbuh di dalam pengembangan manajerial, pengembangan ini dapat mencapai dengan meningkatkan  intelektual modal masalah di bank Yordania.

References

 

  1. Senge, Peter. M. 1990. The Fifth Dicipline: The Art and Practice of Learning Organization. New York: Double D.
  2. Marquardt, M. J. (2002). Building the learning organization. New York : McGraw-Hill
  3. Nonaka,I. & Takeuchi, H. (1995) “The Knowledge Creating Company”, New York: Oxford University Press.
  4. Ordo´n˜ez de Pablos, P. (2003), “Intellectual Capital Reporting in Spain: A Comparative Review”, Journal of Intellectual Capital 4(1), 61–81.
  5. Pettinger, R. (2002), The learning organization, Oxford: Capstone Pub

SEPULUH HUKUM “THE FIFTH DISCIPLINE” MENURUT PETER M. SENGE

SEPULUH HUKUM “THE FIFTH DISCIPLINE” MENURUT PETER M. SENGE

Rustam Effendi

7117110500

Sistem berpikir Peter M. Senge  adalah sistem yang saling terikat dan terkait antara satu dengan yang lainnya. hukum Disiplin Kelima.  Ada 10 hukum-hukun tersebut adalah :

1.     “Masalah hari ini datang dari solusi yang lalu”.(Today’s problems come from yesterday’s solution)

Contoh – contohnya :

  • Masalah pencabutan implan yang muncul saat ini Karena  akibat pemenuhan target yang lalu tanpa memperhitungkan akibatnya.
  • Indonesia kekurangan beras (import) akibat lahan pertanian  dipakai memenuhi kebutuhan perumahan.

DARI tahun ke tahun, alih fungsi lahan dari areal pertanian menjadi kawasan perumahan, perkantoran, dan industri, cukup mengkhawatirkan. Hal ini akan mengancam ketahanan pangan di Indonesia. Selama periode 2000-2002, misalnya, luas lahan pertanian yang beralih fungsi sekitar 3.000 ha/hari. Misalnya, di Jawa Barat yang dikenal sebagai kawasan lumbung padi nasional, perubahannya 8% per tahun, Cirebon sekitar 150 ha/tahun, dan Bali 1.000 ha/tahun.

Jika tidak ada penanganan yang serius, jumlah sawah yang diuruk menjadi kawasan lain akan semakin banyak. Pemerintah sendiri sudah memiliki konsep rencana umum tata ruang untuk mengatur lahan pertanian yang tidak dapat dialih fungsikan dengan disertai ancaman sanksi. Namun, realisasinya tidak berjalan optimal karena ada pertimbangan ekonomis. Dari segi ekonomis, dibandingkan menunggu panen lahan pertanian, lebih cepat menghasilkan uang dan menguntungkan jika menjualnya atau dijadikan kawasan lain. Kebijakan pemerintah menjadi tidak berarti. Ada pengaturan tetapi tidak didukung integritas dan political will dari pemerintah.

Konsep di Indonesia berjalan tidak efektif karena mekanisme dan sistemnya tidak berhasil. Di masa sejarah berdirinya khilafah, ketahanan pangan sudah terbukti. Selama 1.000 tahun lebih tidak pernah mengalami krisis pangan yang hebat, meskipun pernah mengalami paceklik. Hal itu dapat diatasi dengan mendatangkan pangan dari daerah lain yang masih dalam kawasan negara khilafah. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang mengalami banyak masalah bahkan sebelum paceklik.

Dalam pandangan Islam, negara memberlakukan hukum lahan pertanian abadi atau lahan pangan berkelanjutan. Lahan-lahan pertanian yang sudah ada saat ini harus dilindungi melalui undang-undang.

Jika berbicara tanah pertanian yang sudah diuruk menjadi tanah lain, akan sulit sekali menjadikannya lahan pertanian kembali karena memerlukan biaya yang sangat tinggi. Mekanisme praktisnya ialah memiliki kekuatan politik. Jika ada dari pihak asing, swasta, atau yang lainnya mengalihfungsikan lahan untuk kepentingan bisnis maka dapat ditelusuri yang meloloskan kebijakan tersebut hingga kemudian diberikan sanksi oleh pemerintah.

Alternatif apabila tidak ada lahan untuk dikelola ialah; Pertama, menghidupkan tanah mati. Dalam kebijakan Islam, seseorang yang mengelola lahan mati, tanah tersebut menjadi miliknya. Sabda Rasulullah saw. yang artinya “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, tanah tersebut menjadi miliknya.”(H.R. Bukhari). Dengan konsep ini, tidak akan menjumpai perampasan tanah. Yang memiliki kekuatan hukum adalah yang bercocok tanam di atasnya.

Kedua, negara memberikan lahan pertanian kepada rakyat yang mau mengelolanya, yaitu negara mengambil alih lahan yang telantar atau jika khilafah memberlakukan sistem politik luar negeri kemudian ada penaklukan maka akan banyak tanah yang dikelola. Inilah sedikit gambaran mengenai solusi syariah untuk mengatasi sengketa lahan.

http://www.lampungpost.com/surat-pembaca/27835-alih-fungsi-lahan-pertanian.html

2.  Semakin keras kita menekan, semakin keras pula sistem akan menolak kembali (The harder your push, the harder the system pushes back)

Contoh – contoh nya:

  • Semakin keras anda memaksa orang untuk ber-KB, semakin   keras issue HAM akan menekan anda kembali.
  • Semakin keras anda menekan bola plastik kedalam air, semakin  kuat air melontarkan kembali bola keatas.

Pasca reformas, salah satu isu yang nampaknya mengalami “ mati angin “ adalah Program Keluarga Berencana.Isu Keluarga Berencana terdengar sayup di tengah hangar bingar isu-isu lain, seperti penegakan HAM, demokratisas, desentralisasi maupun otonomi daerah. Isu itu bahkan terdengar kalah menarik dibanding isu kemiskinan ataupun kesenjangan sosial, sehingga jarang diperbincangkan dalam ranah publik.

Banyak faktor yang menjadi penyebab permasalahan tersebut.Tak kurang dari masalah beban sejarah lama masa lalu, kala rezim Orde Baru yang menempatkan Program KB sebagai  instruksi dari atas dan hanya menempatkan rakyat sebagai obyek penderita  saja, hingga persoalan  keengganan  Pemerintah Daerah dengan status otonominya, yang kurang memberi respon baik terhadap program KB di daerahnya.

Dalam ranah kehidupan sosial masyarakat Indonesia sendiri nampaknya tengah terjadi perubahan cara pandang. Di tengah kesadaran akan pentingnya penghormatan HAM, akibat proses liberalisasi  persaingan antar individu  di dalam menggapai sumber sumber ekonomi menjadi makin intensif. Pada titik ini, peran Negara dan Pemerintah nampak agak surut dan tersaingi oleh mekaisme pasar sebagai pengganti. Impliksi dari fenomena tersebut antara lain tercermin pada makin pragmatisnya masyarakat. Segala sesuatu dinilai dari manfaat ekonominya, seringkali bahkan hanya sekedar manfaat sesaat, sehingga tidak jarang program  Pemerintah yang tidak berdampak ekonomis secara langsung akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Perubahan lingkungan strategis  yang disebabkan tuntutan demokratisasi , keterbukaan , HAM dan tuntutan konstelasi politik  nasional (otonomi daerah  dan reformasi di segala bidang) menuntut perubahan mindset seluruh  pengelola program Keluarga Berencana.

Pada sisi lain, sesungguhnya Indonesia sedang menghadapi persoalan pelik dengan jumlah penduduk yang makin membengkak. Dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 % per tahun,  diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 akan mencapai 270 juta ( Tempo Interaktif, 6 Maret 2008 ). Di tengah makin menurunnya daya dukung sumber daya alam, pertambahan penduduk yang tidak terkendali akan menyulitkan negara dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dihadapkan pada masalah tersebut, revitalisasi program KB menjadi sesuatu yang niscaya. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang aplikatif, sehingga program KB menjadi lebih berdaya. Diperlukan  political will dari semua pihak. Khususnya para stakeholder dan pembuat keputusan, agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan kelembagaan membawa konsekunsi  persoalan yang cukup pelik. Otonomi daerah menyebabkan banyak kantor BKKBN di tingkat Kabupaten / Kota yang dilebur / digabung dengan dinas lain, sehingga BKKBN mengalami defisit tenaga lapangan yang andal dan berpengalaman. Sedangkan kebijakan di tiap Kabupaten/ Kota terhadap permasalahan KB seringkali tidak paralel dengan kebijakan BKKBN pusat. Sementara itu, sebagaimana pernah disinyalir oleh Kepala BKKBN Dr. Sugiri Syarief.MA dikalangan internal BKKBN kadang masih terbelenggu oleh paradigma lama, sehingga ketika mencari ide pendekatan baru, masih muncul ide ide lama. Untuk itu diperlukan perubahan  mindset dari aparat BKKBN sendiri.(Kompas .com, 21 Mei 2010).

Dalam persoalan ini, perlu dilakukan upaya pemberdayaan lembaga Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) sebagai Lembaga think tank   yang berfungsi menggodok dan melahirkan ide – ide baru, segar, serta merefresh  tenaga pelaksana agar lebih responsif terhadap perubahan paradigma baru yang akan lebih sesuai  dengan model pendekatan berbasis HAM.
Pada tataran kebijakan, BKKBN  diharapkan mampulebih intensif dalam melakukan pendekatan dengan segenap stake holder dengan pola pendekatan yang lebih persuasif dan berprinsip kesetaraan. Untuk lebih  meningkatkan komitmen kebijakan di tingkat nasinal maupun lokal, perlu diupayakan peningkatan anggaran – melalui politik anggaran  pemerintah maupun sumber dana asing – sehingga implikasi kebijakan lebih terjamin.Dalam kaitan ini, akan lebih menarik bagi Kepala Daerah apabila disediakan insentif  bagi daerah-daerah yang bersedia melaksanakan program KB. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan  insentif proyek ataupun fiskal.Seiring dengan nuansa demokratisasi, mengharuskan perbaikan pendekatan program KB kepada masyarakat  dengan mengedepankan Hak  di dalam memutuskan  keikutsertaan ber KB. Keputusan untuk membangun keluarga yang sejahtera adalah hak setiap warga negara. Dengan demikian inisiatif dari masyarakat diharapkan lebih dominan.

Dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat, perlu dipikirkan adanya  pemberian insentif  di bidang  pendidikan (misalnya, program bantuan beasiswa) ataupun kemudahan mengakses pelayanan kesehatan bagi anggota masyarakat peserta program KB.Pada akhirnya, semua upaya revitalisasi  program KB tersebut  tidak akan  mencapai  hasil yang memuaskan tanpa adanya  kerjasama yang baik antara   organ-organ pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat/organisasi masyarakat, maupun warga masyarakat sendiri. Tanpa kebersamaan, revitalisasi program KB hanya akan terhenti sebagai sebuah utopia .
http://jateng.bkkbn.go.id/rubrik/138/

3. Perilaku tumbuh lebih baik sebelum memburuk”  (Behavior grows better  before it grows worse”)

Contoh – contoh nya  :

  • Suatu kegiatan atau proyek harus terus dievaluasi supaya  hasilnya terus meningkat, karena kalau dibiarkan malah akan menurun dan bertambah buruk.
  • Laporan dari lapangan setiap bulan masuk, akan tetapi akurasi datanya tidak pernah diperhatikan maka nilai laporannya makin  lama makin merosot.

Jakarta Proyek e-KTP harus dievaluasi. Dinilai dalam pelaksanaannya, proyek kartu tanda penduduk elektronik itu justru menimbulkan berbagai macam persoalan yang memicu kontroversi yang luas di publik. Target e-KTP agar selesai 2012 harus dievaluasi.

“Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek e-KTP pada khususnya dan target pencapaian UU 23/2006,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun dalam jumpa pers di kantor ICW, Kalibata Timur, Jaksel, Kamis (13/10/2011).
Tama memberi contoh kegaduhan yang muncul dalam e-KTP ini. Dalam tahap tender misalnya, begitu selesai dilaksanakan sudah muncul gugatan karena dianggap tidak fair. Selain itu proses pelaksanaannya juga tersendat-sendat.”Bahkan ada kekuatiran proyek ini tidak bisa memenuhi target yang telah ditetapkan,” imbuh Tama.
Pemerintah juga dinilai salah dalam menafsirkan pasal 101 huruf b UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Aturan itu yang dijadikan argumentasi proyek e-KTP harus selesai 5 (lima) tahun sejak UU ini berlaku.
“Itu justru menjadi sebuah kesalahan. Karena dalam pasal tersebut tidak disinggung sedikitpun soal penerapan e-KTP atau KTP masal. Yang harus selesai dalam waktu 5 tahun adalah pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sehingga tidak ada keharusan bagi pemerintah untuk menyelesaikan e-KTP dalam waktu 5 tahun,” terangnya.
Kemendagri, lanjut Tama, harus membangun dengan benar dan teliti rencana induk dan design teknis sistem informasi manajemen SAK (sistem administrasi kependudukan), SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan), Sistem informasi e-KTP yang kesemuanya berdasarkan platform e-government nasional.
“Yang penting menyelesaikan kewajibannya dalam memberikan NIK kepada setiap penduduk indonesia yang saat ini diprediksi berjumlah 238 juta penduduk (pasal 101 UU 23/2006),” tuturnya.

4.     “Jalan keluar yang mudah biasanya memunculkan masalah kembali”

      (“The easy way out usually leads back in”)

Contoh Contoh nya :

  • Membuat laporan palsu/ data fiktif agar tidak dimarahi pimpinan.
  • Menerima  pegawai sekedar memenuhi keinginan pimpinan tanpa memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi akan menimbulkan  masalah bar.


5,     Obatnya bisa lebih buruk dari penyakitnya(”The cure can be worse than the dease”).

 Contoh – contoh nya :

  • Program JPS malah mengakibatkan orang jadi tergantung. (Solusi malah memperburuk masalah/ kemandirian hilang).
  • BLBI untuk menyelesaikan utang konglomerat malahan di korupsi dan dibawa lari.


6.   Lebih cepat berarti lebih lambat (“Faster is slower”).

Contoh – contoh nya :

  • Pembentukan kelompok BKB tanpa didukung kesiapan kader dan fasilitas lainnya malah memperlambat program..
  • Pendataan tanpa didahului pelatihan kader malah akan memperlambat tercapainya kualitas data.

 

7.  “Sebab & akibat tidak berkaitan erat dalam artian waktu dan ruang”.

      (“Cause and effect are not closely related in time and space”).

 Contoh – contoh nya :

  • Program UPPKS dan dampaknya terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.
  • PMT kepada Balita memerlukan waktu lama untuk melihat dampaknya terhadap kesehatan masyarakat..

 

8.   Perubahan kecil bisa mendapatkan hasil yang besar, tapi area dengan daya ungkit terbesar sering terlupakan.(“Small changes can produce big result but the areas of highest leverage are often the least obvious”).

Misalnya :

  • Perubahan pandangan ulama terhadap KB menjadi mendukung membuat program KB menjadi berhasil, tapi terbatas hanya  wilayah dimana ulama tersebut berada.

9.   “ Anda bisa membuat kue dan memakannya, tapi tidak sekaligus”

      (“You can have your cake and eat it too, but not at once”).

Misalnya :

  •       Keluarnya UU Lalu Lintas tidak serta merta disiplin berlalu lintas segera terwujud.
  •      Sekarang orang ber-KB Keluarga sejahtera mungkin bisa di  dicapai sekian tahun lagi..

 

10.    ”Membelah gajah tidak akan menghasilkan dua gajah kecil” (”Dividing an elephant in half does not produce two small  elephants”)

Contoh – contoh nya  :

  • Terpisahnya program peningkatan peranan pria dengan program pembinaan keluarga, padahal remaja dan keluarga adalah satu  kesatuan.
  • Terpisahnya program penyiapan alokon dengan penyiapan sasaran   dan/ ata tenaga pelayanan.